Papua No.1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Massa aksi yang mendatangi kantor Majelis Rakyat Papua (MRP), pada Selasa (7/9/2021), terdiri dari gabungan masyarakat adat Lapago, Meepago, dan Anim Ha. Mereka mendesak MRP sebagai lembaga kultural Orang Asli Papua (OAP) agar dapat memproteksi kembali tentang pelaksanaan seleksi afirmasi OAP pada penerimaan praja IPDN 2021.
Menurut intelektual asal Tolikara, Musa Moses Williams Erelak, saat membacakan pernyataan sikap di halaman kantor MRP, bahwa pada tahap pertama dan kedua pengumuman panitia IPDN sudah sangat baik, sebab ada keterwakilan dari daerah.
“Akan tetapi, pada tahapan pengumuman ini tidak ada nama anak-anak asli dari Tolikara, Deiyai, dan Asmat yang lolos tes. Panitia justru mengacak nama nama anak asli daerah ke tempat lain.”
Erelak mengatakan, kehadiran mereka di kantor MRP karena ada kejanggalan dalam pengumuman hasil seleksi nama-nama calon peserta praja IPDN, yang dikeluarkan oleh panitia.
Panitia tidak mengakomodir anak-anak asli Papua dari kabupaten asalnya. Seperti anak-anak asli Kabupaten Tolikara tidak diakomodir, dalam keputusan rektor IPDN justru bukan anak-anak asli Tolikara yang ditempatkan di kabupatennya.
“Kuota untuk anak asli Papua dari masing-masing kabupaten berjumlah dua orang. Sehingga kami meminta pihak MRP segera melakukan pertemuan dengan rektor IPDN, agar segera mengembalikan nama-nama sesuai dengan kuotanya dari masing masing kabupaten, jadi kuota untuk anak-anak Mapi segera berikan kepada anak-anak asli Mapi sendiri, begitu juga dengan anak-anak asli Deiyai dan Tolikara,” katanya.
Menurut Erelak, pihaknya juga meminta penjelasan dari rektor IPDN apa alasan menerima praja IPDN dengan sistem acak. Misalnya anak-anak asli Yapen ada di Tolikara, anak-anak Tolikara ada yang namanya di Wamena.
“Jadi kami datang menyampaikan aspirasi sesuai dengan amanat Otsus, proteksi Orang Asli Papua atau anak-anak daerah setempat agar ke depan dalam penerimaan anak-anak IPDN tidak ambigu dan menghilangkan kuota anak-anak asli Tolikara,” katanya.
Ia menambahkan segenap masyarakat, tokoh pemuda, dan tokoh adat wilayah Lapago, Meepago, dan Anim Ha menyatakan sikap bahwa panitia penerimaan praja IPDN tahun 2021 telah keliru dalam pemberian kuota sesuai SK Mendagri No. 892.1-1022.
“Seleksi IPDN di Provinsi Papua di luar usulan dan amanah afirmasi Otsus OAP tahun 2021, yang menyebutkan dengan jelas bahwasannya 62 orang adalah mutlak kuota calon praja IPDN milik Papua,” katanya.
Ketua Kerukunan Masyarakat Pegunungan Tengah wilayah adat Lapago, Provinsi Papua, Paus Kogoya, mengatakan amanat Otsus bagi Provinsi Papua untuk melakukan kebijakan afirmasi bagi OAP dalam bidang pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan infrastruktur.
“Sehingga dalam proses seleksi IPDN ini agar dapat memahami batas wilayah marga, agar dalam penerimaan kuota IPDN ini tidak salah sasaran seperti sekarang yang dilakukan oleh panitia penerimaan praja IPDN tahun 2021, dengan cara acak ini merugikan anak daerah yang kemudian hilang peluang untuk berkuliah di kampus IPDN,” katanya.
Kogoya mengatakan Pemerintah Provinsi Papua, MRP, dan Pemerintah Pusat harus melihat aspirasi murni dari masyarakat Papua, terkait dengan hak mereka untuk mendapatkan pendidikan di kampus IPDN.
“IPDN ini calon-calon anak daerah yang akan kembali memimpin kabupaten sehingga jangan main-main. Kami harap agar anak-anak daerah dapat masuk dan mereka kembali memimpin daerahnya sendiri,” katanya.
Di tempat sama perwakilan tokoh pemuda Kabupaten Tolikara, Laringgen J.K Kogoya mengatakan pihaknya tidak menerima keputusan dari panitia seleksi IPDN yang tidak mengakomodir anak-anak asli Tolikara, tetapi justru mengakomodir anak papua dari daerah luar Papua.
“Kadang anak-anak yang ikut seleksi mempunyai kemampuan tetapi mengapa tidak diakomodir. Mereka ini anak-anak Papua yang mempunyai nilai baik tetapi tidak diakomodir ini kami merasa dirugikan,” katanya. (*)
Editor: Kristianto Galuwo