LSP, bangun Papua melalui pendidikan

Papua No. 1 News Portal I Jubi

Sentani, Jubi – Lingkar Studi Papua (LSP) di Inggris mengumpulkan pengalaman guru-guru di pedalaman Papua dan merangkum saran-saran dari lapangan untuk memajukan pendidikan di provinsi paling timur Indonesia ini.
 
Upaya ini dilakukan melalui diskusi yang digelar LSP di University of Warwick, Inggris, Rabu (26/7/2017) bertema

“Membangun Papua Melalui Pendidikan”, yang dihadiri Duta Besar Indonesia untuk Inggris Raya dan Republik Irlandia, Dr. Rizal Sukma.
 
Diskusi panel itu bertepatan dengan Konvensi Internasional Sarjana Indonesia (Indonesian Scholars International Convention atau ISIC) dari Perhimpunan Pelajar Indonesia-Inggris Raya dan Dunia (PPI-UK dan PPI-Dunia), 24-27 Juli 2017 di University of Warwick.
 
Ketua panitia diskusi, Korinus Waimbo dalam materinya mematahkan anggapan umum yang menyebutkan anak Papua kurang mampu dalam sains dan matematika.
 
“Tidak ada anak yang bodoh, yang ada anak yang tidak mendapat kesempatan belajar dari guru yang baik dan metode yang tepat,” katanya seperti dalam siaran pers yang diterima Jubi di Sentani, Minggu (30/7/2017).
 
Ia mencontohkan, SMA di Momi-Waren, 100-an kilometer dari Manokwari, Papua Barat – yang berdiri tahun 2008, siswanya termasuk para lanjut usia.
 
Senada dikemukakan Arie Ruhyanto, mahasiswa S3 di University of Birmingham, yang juga dosen politik dan pemerintahan di Fisipol UGM.
 
Dalam presentasinya tentang pilot poroject pengiriman guru-guru ke kawasan Puncak, Arie mengilustrasikan kesulitan yang dihadapi para guru. Sebelum berangkat ke lapangan, mereka diberikan pelatihan ketahanan fisik bekerja sama dengan TNI-AU dari Lanud Adi Sutjipto Yogyakarta.
 
Yanuar Muhammad Najih dari Tim Kajian Papua Dunia mempresentasikan kegiatan-kegiatan tim kajian, ‘Program Pengabdian Masyarakat dan Safari Dakwah di Raja Ampat’ oleh PPI-Dunia, Juni-Juli 2017.  
 
Sementara praktisi pendidikan informal dan pendiri Papua Language Institute, Samuel Tabuni menceritakan pengalamannya hingga mendirikan lembaga tersebut. Ia menekankan pentingnya pendidikan holistik. Budaya setempat diikutsertakan sambli berpikir untuk berkontribusi ke ajang global.
 
Dari sudut pandang jurnalis dan media, Adeline Tumenggung – mahasiswi S3 di University of Central Lancashire – menyampaikan masukan-masukan dari praktisi pendidikan di Papua, orang tua, penggiat LSM dan aktivis perempuan di Papua.
 
Guru di SMK Kesehatan Merauke, Agustinus Mahuze menyebutkan, sistem pendidikan di Papua perlu memperhatikan konteks lokal, sudut pandang pendidikan khusus orang asli Papua.
 
Dosen Universitas Papua dan kandidat Doctor of Philosophy di University of Oxford, Willem Burung menarik batas antara pendidikan dan pengajaran. Menurut praktisi pendidikan dan ahli linguistik ini, sekolah-sekolah di Papua dan Indonesia umumnya hanya menekankan pengajaran (mulai dari matematika dan fisika hingga pelajaran menghafal sejarah). Maka dari pendidikan harus holistik, yakni menyangkut moral, etika, dan budaya setempat.
 
Diskusi ini lalu menghasilkan sejumlah rekomendasi yang diserahkan kepada Dubes Dr. Rizal Sukma, untuk diserahkan kepada Presiden RI Joko Widodo. (*)
 

Related posts

Leave a Reply