Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Lima Uskup Gereja Katolik di Tanah Papua mengeluarkan surat edaran. Ditujukan kepada umat Katolik, para pemangku kekuasaan dan segenap masyarakat Papua.
Surat edaran tersebut bertajuk, "Dalam Terang Iman, Mari Membangun Papua yang Damai dan Sejahtera". Surat edaran ini disampaikan kepada pemerintah daerah, lembaga lembaga wakil rakyat dan semua orang yang berkehendak baik di tanah Papua.
Uskup Jayapura Leo Laba Ladjar mengatakan, meski para uskup masing masing menjalankan tugas penggembalaannya secara otonom, namun harus tetap bersama dalam satu konferensi uskup . Saling bekerja sama. Bersuara memberikan bimbingan bagi umat.
Oleh sebab itu lanjutnya, para uskup selalu melakukan pertemuan,membahas masalah umat Katolik, dan juga pemerintahan serta kehidupan masyarakat .Termasuk sebelum memasuki pemilihan, wakil rakyat, dan presiden wakil presiden.
“Kami anggap momentum inilah yang tepat untuk mengangkat sejumlah hal yang perlu diperhatikan demi kebersamaan kita," katanya kepada wartawan, saat konfrensi pers, di Aula Susteran Maranatha, Kamis, (9/8/2018).
Konferensi pers tersebut dihadiri tokoh awam Katolik, tokoh pemuda, Keuskupan Timika Mgr. Yohanes Philipus Gaiyabi Saklil, Pr, Uskup Keuskupan Agung Merauke Mgr. Nicolaus Adi Saputra MSC, dan Uskup Keuskupan Jayapura, Leo Laba Ladjar, OFM.
Uskup Leo mengatakan, pimpinan gereja mengajak umat katolik agar tekun mendalami dan menghayati iman katolik serta ajaran gereja. Juga berdoa agar hidup dan aktivitas di tengah masyarakat dijiwai oleh iman dan kasih.
“Di masyarakat kita, ada banyak agama dengan ajaran iman yang berbeda beda. Kita dipanggil bukan untuk memusuhi yang lain. Para pastor mendorong untuk ikut aktif dalam forum forum kerukunan atau gerakan yang membangun persahabatan dan kerukunan antar iman,” katanya.
Pihaknya juga meminta pemangku jabatan dan kekuasaan agar memberikan perlindungan dan penghargaan yang nyata bagi Orang Asli Papua. Pemegang kekuasaan itu hendaknya memberikan pelatihan dan pengembangan kemampuan dalam berbagai bidang karya bagi orang asli papua.
“Lapangan kerja lebih lebih menyangkut pemanfaatan sumberdaya alam, harus diperuntukkan pertama-tama bagi orang asli setempat,” katanya.
Dia meminta migrasi penduduk dari luar Papua harus diatur dan dikendalikan. Agar tidak membuat orang Papua menjadi minoritas dan penonton di daerahnya sendiri. Hak kepemilikan dan pemamfaatan atas tanah hendaknya diatur dan dilindungi.
“Kami minta agar pemerintah meninjau kembali kesepahaman MOU tentang sewa menyewa tanah oleh investor sawit dan harga kayu gelondongan. Kami meminta agar pemerintah menyelesaikan kasus kasus pelanggaran HAM, sambil terus bekerja keras bersama dengan semua komponen masyarakat. Agar hak hak asasi atas kehidupan atas kesehatan dan pendidikan yang baik dapat diwujudkan,” katanya.
Di tempat sama Uskup Timika, Mgr. Yohanes Philipus Gaiyabi Saklil menyoroti kebijakan pemerintah yang tidak sejalan dengan amanah undang undang otonomi khusus, sehingga pemberdayaan terhadap umat atau masyarakat menjadi tumpang tindih.
“Surat gembala ini sebenarnya mau mengingatkan kembali kepada pemangku kepentingan, agar kebijakannya tepat sasaran. Agar sesuai kebutuhan masyarakat Papua,” katanya.(*)