Papua No.1 News Portal
Makassar, Jubi – Anggota komisi bidang pemerintahan, politik, hukum, HAM dan keamanan DPR Papua, Emus Gwijangge mengatakan sebaiknya masyarakat Nduga mencari suaka ke negara tetangga semisal Australia atau Papua Nugini (PNG).
Legislator Papua dari daerah pemilihan Nduga, Jayawijaya, Lanny Jaya, dan Mamberamo Tengah itu mengatakannya, untuk menyikapi situasi keamanan di Nduga dalam beberapa tahun terakhir.
Menurutnya, konflik antara kelompok bersenjata dengan aparat keamanan di wilayah itu, tak jarang menyebabkan jatuhnya korban warga sipil. Beberapa hari lalu, dua warga Nduga tewas ditembak aparat keamanan.
Masyarakat menyatakan korban adalah warga sipil. Akan tetapi pemerintah setempat dan aparat keamanan menyatakan keduanya merupakan anggota kelompok bersenjata.
“Hingga kini situasi keamanan di Nduga tak kunjung membaik. Selalu ada warga sipil korban. Kalau situasi terus seperti ini, sebaiknya masyarakat Nduga suaka ke PNG atau Australia,” kata Emus Gwijangge melalui panggilan teleponnya, Rabu malam (22/7/2020).
Kata Gwijangge, ia kecewa dengan situasi keamanan yang terjadi di kampung kelahirahannya. Sejak akhir 2018, ribuan warga dari berbagai kampung di Nduga mengungsi ke daerah yang dianggap aman.
Hidup di pengungsian membuat warga dan anak-anak Nduga tidak mendapat hak-hak mereka dalam layanan kesehatan, layanan pemerintahan dan pendidikan layak.
“Padahal masyarakat Nduga juga warga negara yang mesti mendapat hak-hak sama dengan warga negara lainnya. Suku Nduga jumlahnya kian sedikit. Mereka mesti diselamatkan,” ujarnya.
Kata Emus Gwijangge, sudah tugas aparat keamanan melakukan penegakan hukum terhadap pihak yang dianggap melawan negara, atau menciptakan gangguan keamanan.
Akan tetapi, dalam upaya penegakan hukum itu jangan sampai membuat warga sipil korban. Tidak menganggap setiap orang yang dicurigai sebagai bagian dari kelompok bersenjata.
Dalam diskusi daring awal pekan ini, tokoh Papua Michael Manufandu mengatakan ada beberapa pertanyaan yang mesti dipikirkan bersama secara objektif, konstruktif dan rasional dalam berbagai masalah di Papua.
Pertanyaan itu, di antaranya mengapa penambahan militer dan polisi secara intensif dan masif dilakukan, seakan orang Papua musuh Pemerintah Indonesia.
Selain itu, mengapa negara-negara di Pasifik yang merupakan anggota Pasific Island Forum dan Melanesian Spearhead Group (PIF dan MSG) terus mengangkat masalah Papua dalam sidang umum Perserikatan Bangsa-Bangsa sejak 2015 hingga kini.
“Mengapa lembaga asing dan jurnalis asing dibatasi, dilarang, dipersulit masuk ke Tanah Papua,” kata Manufandu.
Menurutnya, kini bagaimana pemerintah pusat bermusyawarah dengan orang asli Papua agar mencapai mufakat titik temu terbaik. Pengalamannya selama 45 tahun sebagai birokrat banyak keberhasilan yang dicapai dengan cara musyawarah.
“Kalau tidak ada pendekatan persuasif, orang Papua akan terus melawan. Melahirkan perlawanan dari waktu ke waktu. Ini akan memungkinkan dunia internasional (ikut) campur tangan,” ucapnya. (*)
Editor: Syam Terrajana