LBH Papua: Rencana MRP gugat Presiden dan DPR RI dijamin hukum

Papua
Direktur LBH Papua, Emanuel Gobay - Jubi. Dok

Papua No.1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Direktur Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Papua, Emanuel Gobay menyatakan rencana Majelis Rakyat Papua (MRP) menggugat Presiden dan DPR RI, dijamin hukum yang berlaku di Indonesia.

Ia mengatakan, gugatan yang dimaksud Ketua MRP Timotius Murib adalah judicial review. Langkah itu akan diambil lembaga kultur orang asli Papua tersebut jika pemerintah dan DPR RI secara sepihak merevisi atau melakukan perubahan kedua, terhadap Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Papua, atau UU Otsus Papua.

Read More

“Untuk melakukan upaya hukum dalam konteks judicial review itu diakui. Gugatan hukum yang disebutkan MRP, dalam konteks hukum dijamin dan sangat diperbolehkan,” kata Emanuel Gobay kepada Jubi, Selasa (23/2/2021).

Menurut Gobay, salah satu dasar melakukan upaya hukum itu, apabila undang-undang yang dilahirkan bertentangan dengan undang-undang lainnya.

Kalau bertentangan dengan undang-undang lain yang sebelumnya ada, gugatan bisa diajukan ke Mahkamah Agung.

“Kalau undang-undang tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, maka gugatannya diajukan ke Mahkamah Konstitusi. Itu dikenal sebagai judicial review. Judicial review juga bisa dilakukan dengan gugatan kelompok,” ujarnya.

Katanya, jelang akhir tahun lalu MRP telah berupaya membuka ruang berpendapat kepada rakyat Papua, yang dalam konteks Otsus disebut Rapat Dengar Pendapat atau RDP. Dalam mekanisme perumusan undang-undang, cara itu lebih dikenal sebagai hearing publik.

Akan tetapi upaya memberikan ruang berendapat kepada rakyat Papua itu dibungkam. Kalau ruang itu dibungkam, dalam konteks perumusan perundang undangan, para perumus kebijakan yaitu DPR RI tidak menjalankan satu kebijakannya yakni publik hearing.

“Itukan berarti ada kecacatan dalam proses perumusan undang-undang. Tidak sesuai teori dalam pengetahuan tentang perumusan kebijakan,” ucapnya.

Ketua MRP, Timotius Murib mengatakan pihaknya telah menggelar rapat koordinasi bersama Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR Papua, Majelis Perwakilan Rakyat atau MPR for Papua, Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan RI, serta Kementerian Dalam Negeri RI pada pekan lalu.

Rapat itu untuk menyamakan persepsi atas rencana pemerintah melakukan perubahan kedua UU Otsus Papua.

Katanya, ada sejumlah rekomendasi yang dilahirkan dari rapat tersebut. Rekomendasi itu akan diserahkan kepada pemerintah dan DPR RI sebagai masukan, untuk dipertimbangkan sebelum mengesahkan perubahan kedua UU Otsus Papua.

Menurutnya, kalau pemerintah pusat tidak menanggapi hasil diskusi itu, dan memaksakan revisi UU Otsus Papua harus mengikuti kehendak Jakarta, rakyat Papua melalui MRP akan menanyakan hal itu.

“Proses hukum akan berlaku di MK, kami akan gugat karena [pemaksaan itu] melanggar semangat Pasal 18B Undang-undang Dasar 1945, [serta] Pasal 76 dan Pasal 77 [UU Otsus Papua],” kata Timotius Murib pekan lalu.

Pasal 76 UU Otsus Papua menyatakan “Pemekaran Provinsi Papua menjadi provinsi-provinsi dilakukan atas persetujuan MRP dan DPRP setelah memperhatikan dengan sungguh-sungguh kesatuan sosial-budaya, kesiapan sumberdaya manusia dan kemampuan ekonomi dan perkembangan di masa datang.

”Pasal 77 UU Otsus Papua menyatakan “Usul perubahan atas Undang-undang ini dapat diajukan oleh rakyat Provinsi Papua melalui MRP dan DPRP kepada DPR atau Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.” (*)

Editor: Edho Sinaga

 

Related posts

Leave a Reply