Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua Emus Gwijangge menyatakan pelarangan pembuatan dan perdagangan minuman beralkohol di Kabupaten Jayawijaya harus dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan yang memuat sanksi tertentu. Hal itu penting untuk menjamin kepastian hukum.
Selaku anggota Komisi Bidang Pemerintahan, Politik, Hukum dan Hak Asasi Manusia Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), Gwijangge menyatakan pihaknya menghargai upaya Bupati Jayawijaya, John Richard Banua membatasi pembuatan dan perdagangan minuman beralkohol (minol) di Jayawijaya. Gwijangge juga menghargai upaya Banua menghukum tiga pengedar minol dengan merendamnya di dalam kolam di samping Kantor Bupati pada awal Maret lalu.
Salah satu dari pengedar minol itu adalah seorang kepala kampung berinisial AK. AK diduga terlibat membuat dan menjual minol di Jayawijaya.
“Namun di sisi lain, kami menyarankan pemerintah setempat menyiapkan regulasi terkait sanksi. Apakah berupa Peraturan Daerah atau Peraturan Bupati,” kata Emus Gwijangge kepada Jubi, Minggu (31/3/2019).
Akan tetapi, anggota DPRP dari perwakilan daerah pemilihan Jayawijaya, Lanny Jaya, Nduga, dan Mamberamo Tengah itu juga mengingatkan, pemberian sanksi tanpa dasar hukum dapat menimbulkan masalah baru. “Meskipun pihak yang dihukum memang patut dianggap bersalah karena memperdagangkan minol, menerapkan aturan yang tidak ada dasar hukumnya bisa menimbulkan masalah baru,” kata Gwijangge.
Beberapa waktu, Bupati Jayawijaya John Richard Banua menyatakan sanksi merendam pembuat dan penjual alkohol telah diberlakukan, dan diterapkan bagi setiap pelaku yang terjaring razia minol. “Setelah razia pembuatan dan peredaran minol di wilayah kota gencar dilakukan, kini pembuatan minol bergeser ke wilayah pinggiran, namun bukan berarti pemerintah akan diam,” kata John Banua.
Katanya, jika ada kepala kampung di wilayah pemerintahannya yang terlibat membuat minol akan diproses hukum dan kemungkinan diberhentikan dari jabatannya.(*)
Editor: Aryo Wisanggeni G