Laporan korban pemerkosaan di Aceh ditolak polisi, dalih belum vaksin

Papua, kekerasan seksual
Ada dua laporan baru yang diluncurkan pada 30 Juli mengungkapkan gentingnya isu KDRT, kekerasan seksual, kekerasan terhadap anak-anak, dan pelecehan seksual terhadap anak-anak di Pasifik dan Timor-Leste. - PINA

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Banda Aceh, Jubi – Laporan pemerkosaan yang dialami seorang mahasiswi di Aceh ditolak polisi dengan alasan yang bersangkutan  belum divaksin. Mahasiswi itu melaporkan peristiwa yang dialami ke Polresta Banda Aceh.

Read More

“Alasan polisi saat itu karena wanita tersebut belum vaksin,” kata anggota Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Qodrat yang mendampingi kasus itu, dikutip dari CNN Indonesia, Selasa, (19/10/2021)

Peristiwa penolakan itu terjadi kemarin Senin (18/10/2021). Saat itu LBH Banda Aceh dan korban mendatangi Polresta Banda Aceh. Namun petugas jaga di pintu melarang mereka untuk masuk jika belum divaksin.  Hal yang sama juga terulang saat rombongan yang hendak melapor itu berada di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polresta Banda Aceh. Petugas tidak merespons mereka karena belum vaksin.

“Polisi bilang kalau tidak ada sertifikat vaksin tidak boleh masuk. Setelah di SPKT hal yang sama terulang, yaitu jika belum ada sertifikat vaksin tidak bisa dibuat laporan,” ujar Qodrat menambahkan.

Baca juga : Keluarga korban ini mengadukan pelaku pemerkosaan yang masih bebas

Ungkap kasus pemerkosaan yang diabaikan aparat, Projectmultatuli.org justru dilabeli hoaks

Diduga jadi korban kekerasan sesual, keluarga empat remaja putri akan lapor ke Komnas Perempuan

Padahal, menurut Qodrat korban memiliki riwayat penyakit yang mengharuskan dirinya tidak bisa divaksin. Korban juga memiliki surat keterangan dari dokter bahwa tidak bisa divaksin.

“Korban sudah bilang, dia tidak bisa divaksin, kemudian petugas di sana mengatakan harus ada surat keterangan, tapi di SKPT tetap menolak (membuat laporan),” kata Qodrat menjelaskan.

Karena ditolak di Polresta Banda Aceh, lantas LBH Banda Aceh dan korban ingin melaporkan ke Polda Aceh. Di sana, mereka diterima oleh petugas SPKT. Namun, petugas di sana juga menolak menerbit surat tanda bukti lapor (STBL) karena pelaku tidak diketahui.

Qodrat enyatakan pihak kepolisian tidak seharusnya menolak laporan karena alasan pelaku tidak diketahui. Sebab, kewajiban kepolisian adalah menerima laporan dan melakukan penyelidikan untuk mencari pelaku.

“Tindakan Polda Aceh menolak mengeluarkan STBL karena pelakunya tidak diketahui sangat kita sayangkan. Artinya polisi lah yang berhak mencari tahu,” kata Qodrat menegaskan.

Sedangkan pemerkosaan terjadi saat korban berada di rumah sendiri, pada Minggu (18/10/2021) siang. Saat itu seorang pria mengetok pintu rumahnya, ketika korban membuka pintu pelaku langsung membekap korban dan berupaya melakukan tindakan pemerkosaan.

Namun karena korban melawan dan berteriak, tetangga korban dan ibunya yang saat itu kebetulan pulang dari pasar langsung mengecek rumah untuk memastikan kondisi korban.

Pelaku langsung melarikan diri saat aksinya tepergok. Kemudian, korban dan orang tuanya melaporkan hal itu ke kepala dusun tempat tinggal korban.

Qodrat mengatakan, jika peristiwa itu tidak ditangani dengan cepat, dipastikan pelaku akan melarikan diri atau keluar dari wilayah tersebut. Ia menduga pelakunya warga sekitar yang sudah mengetahui kondisi rumah korban.

Kabid Humas Polda Aceh Kombes Winardy membantah menolak mahasiswi yang hendak melaporkan upaya pemerkosaan ke polisi. Winardy mengatakan masyarakat yang hendak melapor diarahkan untuk divaksin terlebih dahulu. Setelah itu baru diperbolehkan.

“Laporan masyarakat tidak ditolak, hanya masyarakat yang belum vaksin diarahkan untuk vaksin dulu setelah dapat sertifikat vaksin dan mengunduh aplikasi PeduliLindungi maka masyarakat dapat melaporkan kembali,” katanya. (*)

CNN Indonesia

Editor : Edi Faisol

Related posts

Leave a Reply