Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Ketua Fraksi Partai Golkar Dewan Perwakilan Rakyat Papua, Ignasius W Mimin menyatakan langkah pengurus partai politik lokal Papua, Partai Papua Bersatu melakukan uji materi pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua ke Mahkamah Konstitusi sudah tepat. Langkah itu dinilai akan mengakhiri berbagai penafsiran yang selama ini membuat partai politik lokal di Papua tidak dapat mengikuti Pemilihan Umum.
Ignasius W Mimin mengatakan para pengurus Partai Papua Bersatu telah mengajukan uji materi Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua (UU Otsus Papua). Selama ini, ayat yang berbunyi “Penduduk Provinsi Papua dapat membentuk partai politik” itu telah menimbulkan berbagai macam tafsir, yang membuat partai politik lokal seperti Partai Papua Bersatu tidak bisa mengikuti Pemilihan Umum.
Mimin yang juga Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPR Papua itu telah bertemu pengurus Partai Papua Bersatu, Senin (1/7/2019). Dalam pertemuan itu, Mimin mendapatkan informasi bahwa pengajuan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) itu dilakukan para pengurus Partai Papua Bersatu di Provinsi Papua maupun Provinsi Papua Barat.
“Saya menilai [permohonan uji materi] itu langkah yang tepat. [Permohonan uji materi itu diajukan] untuk mendapat kepastian tafsiran hukum terkait Pasal 28 ayat (1) UU Otsus Papua,” kata Ignasius Mimin kepada Jubi, Senin (1/7/2019).
Mimin menyatakan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) mendukung keberadaan partai lokal di Papua, dan dan mendukung upaya pengurus Partai Papua Bersatu mengajukan uji materi Pasal 28 ayat (1) UU Otsus Papua ke MK. Mimin menegaskan DPRP bersama Pemerintah Provinsi Papua pada 9 September 2016 telah mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah Khusus (Raperdasus) tentang Partai Politik Lokal di Papua dan Raperdasus tentang Rekrutmen Politik Orang Asli Papua.
Raperdasus tentang Partai Politik Lokal di Papua itu disahkan dengan target partai politik lokal seperti Partai Papua Bersatu dapat menjadi peserta Pemilihan Umum 2019. Akan tetapi, hingga kini kedua Raperdasus itu belum diregistrasi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), sehingga belum efektif berlaku. Hingga kini, Kemendagri tidak pernah mengumumkan alasan tidak meregistrasi kedua Raperdasus itu, dan Partai Papua Bersatu gagal menjadi peserta Pemilihan Umum 2019.
“Kami sudah tanyakan ke Kemendagri, namun hingga kini belum dijawab. Katanya Menteri Dalam Negeri pernah mengirim surat klarifikasi kepada Pemerintah Provinsi Papua, akan tetapi tidak ada surat yang dikirimkan kepada DPRP,” ujarnya.
Mimin berharap masyarakat Papua, Pemerintah Provinsi Papua, maupun pemerintah kabupaten/kota akan mendukung upaya pengurus Partai Papua Bersatu mengajukan uji materi ke MK. Mimin juga berharap Pemerintah Provinsi Papua maupun pemerintah kabupaten/kota di Papua bisa membiayai pengurus Partai Papua Bersatu mengikuti persidangan di MK.
“Keberadaan parpol lokal ini mesti didukung. Ini merupakan salah satu solusi orang asli Papua dapat duduk di DPRD kabupaten/kota maupun DPRP, agar orang asli Papua tidak selalu merasa menjadi minoritas di kursi lembaga legislatif,” ucapnya.
Dalam keterangan persnya pekan lalu, kuasa hukum Partai Papua Bersatu, Habel Rumbiak mengatakan pihaknya mengajukan uji materi ke MK, untuk mendapat kepastian hukum penafsiran Pasal 28 ayat (1) UU Otsus Papua. “Partai lokal di Papua tidak bisa ikut pemilihan karena pasal 28 ayat 1 UU Otsus Papua multitafsir,” kata Habel Rumbiak.
Prof Dr Melkias Hetharia SH MHum dari Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih Jayapura kepada Jubi belum lama ini mengatakan rumusan keberadaan partai politik lokal dalam Pasal 28 ayat (1) UU Otsus Papua memang menimbulkan multitafsir, karena ayat itu tidak menyebutkan secara jelas partai politik apa yang dapat dibentuk penduduk Papua.
“Orang yang membaca ayat (1) Pasal 28 UU Otsus itu bisa saja beranggapan partai politik yang dimaksud adalah partai politik nasional, [sementara orang yang lain menafsir bahwa partai politik yang bisa dibentuk berdasarkan ayat itu adalah] partai politik daerah/lokal,” kata Melkias Hetharia.
Di sisi lain, demikian menurut Hetharia, mustahil bagi rakyat Papua untuk membentuk partai politik nasional, mengingat partai politik nasional mensyaratkan dewan pengurus di berbagai provinsi di Indonesia.”Logika dari pasal itu hanya dapat diwujudkan dengan pembentukan partai politik lokal. Makna pasal itu memang perlu dipertegas dengan uji materi ke MK agar tidak multitafsir,” ucapnya. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G