Papua No. 1 News Portal | Jubi
Makassar, Jubi – Komisi Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM Perwakilan Papua menyatakan selama tahun ini menerima sejumlah pengaduan kekerasan. Berbagai pengaduan itu diduga melibatkan oknum aparat TNI-Polri.
“Kami menerima beberapa pengaduan terkait kekerasaan selama tahun ini yang diduga melibatkan aparat keamanan,” kata Kepala Kantor Komnas HAM Perwakilan Papua, Frits Ramandey, melalui panggilan teleponnya, Rabu (2/9/2020).
Menurutnya, pengaduan tersebut berasal dari Kabupaten Mamberamo Raya, Nduga, Boven Digoel, Mimika, dan Jayapura.
Akan tetapi, katanya, dari berbagai laporan itu baru satu di antaranya yang dirampungkan lembaga tersebut. Kasus yang berhasil dirampungkan Komnas HAM perwakilan Papua tahun ini, yakni meninggalnya Marius Batera (40 tahun), 16 Mei 2020 silam. Warga ini yang meninggal di area perkebunan sawit di Kampung Asiki, Distrik Jair, Kabupaten Boven Digoel. Diduga korban dianiaya oknum polisi yang bertugas di sana.
Baca juga: Komnas HAM Papua dalami laporan dugaan pelanggaran HAM Nduga
“Sedangkan laporan lain, kami sedang siapkan tim untuk merespons satu per satu,” ujarnya.
Ramandey mengakui lambannya pihaknya menindaklanjuti berbagai pengaduan itu, disebabkan pandemi Covid-19 sejak Maret 2020 lalu.
“Karena situasi pandemi [Covid-19], sehingga ada kebijakan soal merespons kasus secara langsung. Juga ada perubahan anggaran di Komnas HAM. Tapi laporan-laporan ini tetap akan kami tindaklanjuti,” ucapnya.
Awal pekan ini, pegiat HAM Papua di wilayah Pegunungan Tengah, Theo Hesegem, mengatakan rangkuman laporan dugaan pelanggaran di Nduga, juga telah diserahkan ke beberapa pihak terkait, di antaranya MRP, kapolda, dan sinode gereja di Papua.
“Saya lagi mengatur waktu bertemu Pangdam XVII/Cenderawasih untuk menyerahkan laporan yang sama,” kata Theo Hesegem.
Menurutnya, laporan itu dilengkapi identitas dan foto para korban. Masyarakat Nduga juga membuat pernyataan sikap tertulis menolak Otsus dan meminta pasukan non-organik, terutama Satgas Yonif PR 300/DT, ditarik dari Nduga, karena kini terjadi krisis kemanusiaan di sana. (*)
Editor: Dewi Wulandari