Komnas HAM Papua diskusikan lima permintaan korban kasus Wasior

Suasana diskusi terkait kasus pelanggaran HAM Wasior di ruang rapat Komnas HAM Papua - Jubi/ Dok Komnas HAM Papua
Suasana diskusi terkait kasus pelanggaran HAM Wasior di ruang rapat Komnas HAM Papua – Jubi/ Dok Komnas HAM Papua

Papua No. 1 News Portal | Jubi 

Jayapura, Jubi – Komnas HAM Perwakilan Papua bersama para aktivis hukum dan LSM menggelar diskusi terkait kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Wasior, 13 Juli 2001, Kamis (14/2/2019).

Read More

Kepala Kantor Komnas HAM Perwakilan Papua, Frits Ramandey mengatakan, diskusi  yang berlangsung di ruang pertemuan Komnas HAM Perwakilan Papua itu diselenggarakan pihaknya sebagai tindaklanjut lima permintaan para korban pelanggaran HAM Wasior kepada Komnas HAM saat peringatan 70 tahun Deklarasi Universal HAM dan Hari HAM Internasional di Wasior, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat, 10 Desember 2018.

“Inti permintaan mereka itu pertama segera kasus Wasior diselesaikan dan korban mendapat keadilan, kedua minta segera adanya pertanggung jawaban mengembalikan harta benda yang dirusak, ketiga Pemprov Papua Barat segera membuat regulasi yang berpihak pada korban, keempat mereka ingin hidup sebagai manusia yang diciptakan Allah dan mempunyai martabat, kelima berkas kasus Wasior yang dikembalikan Kejaksaan Agung segera dilengkapi,” kata Frits Ramandey usai diskusi.

Menurutnya, Komnas HAM bertanggungjawab melaksanakan mediasi, sehingga pihaknya mendiskusikan hal itu bersama para aktivis dan LSM, sebelum nantinya akan dilakukan diskusi lagi di Papua Barat.

Komnas HAM katanya, tidak langsung menindaklanjuti permintaan itu lantaran berharap dengan menggelar diskusi terlebih dahulu, mereka mendapat berbagai masukan untuk disampaikan ke pihak terkait, di antaranya Pemprov Papua dan Papua Barat.

“Karena ini dari korban, kami diskusi agar ada masukan dan pertimbangan, sehingga proses penegakan hukum (yudisial) dan non yudisial sama-sama berjalan. Buka berarti proses non yudisial menggugurkan proses yudisial. makanya kami diskusi meminta masukan mematangkan ini sebelum kami melakukan langkah sesuai kewenangan kami (Komnas HAM),” ujarnya.

Komnas HAM Perwakilan Papua juga mendukung langkah para korban kasus Wasior, yang beberapa waktu lalu berinisiatif membentuk satu wadah korban pelanggaran HAM Wasior.

“Artinya setelah 17 tahun, korban mengorganisir diri untuk memperjuangkan hak-hak keadilan hukum dan bagaimana mereka tidak terdiskriminasi karena dituduh sebagai kelompok tertentu dan lainnya,” ucapnya.

Dengan begitu lanjutnya, korban kasus Wasior dapat dapat mengadvokasi diri mereka sendiri. Selain itu, ketika ada pihak terkat misalnya Komnas HAM mau mencari informasi nasib para korban pelanggaran HAM tersebut, mereka memiliki organisasi yang dapat dijadikan sumber informasi.

“Ini penting, sehingga kami dorong itu terus,” katanya.

Salah satu aktivis yang hadir dalam disksusi tersebut, Deny Yomaki mengatakan, kasus Wasior yang terjadi 17 tahun lalu itu, tidak boleh diremehkan oleh para pejabat negara.

“Kalau memang negara dan Komnas HAM tidak bisa mengurus, kan ada mekanisme lain. Bisa komisi HaM Asia misalnya kalau juga belum, dibawah ke internasional untuk diselesaikan,” kata Deny Yomaki.

Menurutnya, mungkin negara membiarkan kasus itu tidak diselesaikan, lantaran jika diungkap akan banyak pihak terlibat dan dapat membuat negara malu.

“Itu dugaan kami, sehingga kasus ini masih berputar-putar, sudah 17 tahun belum tuntas,” ucapnya. (*)

 

 

Editor  : Edho Sinaga

Related posts

Leave a Reply