Papua No.1 News Portal | Jubi
Jakarta, Jubi – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta Kepolisian Daerah (Polda) Kalimantan Selatan (Kalsel) mengusut tuntas dugaan salah tangkap terhadap Rafi’I, seorang aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Barabai, Hulu Sungai Tengah. Komnas HAM juga mengecam dugaan salah tangkap dan tindak kekerasan yang dimaksud.
“Komnas HAM meminta Polda Kalsel mengusut tuntas kasus tersebut secara profesional dan transparan serta menindak tegas anggotanya yang terbukti bersalah,” kata Koordinator Subkomisi Penegakan HAM, Komnas HAM, Hairansyah, dikutip Antara pada Rabu, (15/9/2021).
Komnas HAM menyebutkan salah tangkap itu bertentangan dengan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) s dan wewenangnya, pejabat Polri senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.
“Tindakan tersebut juga telah mencederai tekad Polri untuk menjadi Polri yang “Presisi” yaitu prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan sebagaimana program yang diusung oleh Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo sejak menjabat sebagai Kapolri,” kata Hairansyah.
Baca juga : Komnas HAM sebut ada indikasi penyiksaan warga Batam tewas usai ditangkap polisi
Perwira TNI jadi korban salah tangkap polisi
Salah tangkap, 3 terdakwa makar divonis bebas
Ia juga menyebut tindakan tersebut juga bertentangan dengan Pasal 10 Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam penyelenggaraan tugas Polri (Perkapolri 8/2009).
Aturan tersebut memerintahkan setiap anggota polisi untuk menghormati dan melindungi martabat manusia dalam menjalankan tugasnya dengan tidak boleh menghasut, mentolerir tindakan penyiksaan.
Sedangkan Pada Pasal 11 Perkapolri 8/2009 juga menyatakan bahwa setiap petugas atau anggota Polri dilarang melakukan penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang serta tidak berdasarkan hukum.
Penyiksaan tahanan atau terhadap orang yang disangka terlibat dalam kejahatan, penghukuman atau perlakuan tidak manusiawi yang merendahkan martabat manusia, penghukuman serta tindakan fisik yang tidak berdasarkan hukum.
“Pernyataan ini sebagai bagian dari upaya mendorong pemajuan, perlindungan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia bagi setiap warga negara,” ujar Hairansyah menegaskan. (*)
Editor : Edi Faisol