Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM Perwakilan Papua menyatakan masih kesulitan mencari tahu identitas sejumlah orang yang diduga menganiaya narapidana Lapas Klas IIA Abepura, Kota Jayapura, Papua, yang melarikan diri pada 24 April 2019 lalu. Hal itu dinyatakan Kepala Kantor Komnas HAM Perwakilan Papua, Frits Ramandey di Jayapura, Selasa (7/5/2019).
“Memang kami mengalami kesulitan untuk (mengenali dan menemukam) orang di luar Lapas. Misalnya kesaksian beberapa warga Abepura yang melihat ada orang datang dan lainnya. Kami akan cari orang-orang itu,” kata Frits Ramandey kepada Jubi, Selasa (7/5/2019).
Pada 24 April 2019 lalu, sejumlah sepuluh narapidana Lapas Abepura melarikan diri dengan cara memanjat tembok penjara memakai kain sarung. Sejumlah sembilan narapidana tertangkap lagi beberapa jam setelah melarikan diri, setelah petugas Lapas Abepura, polisi, dan sejumlah warga mengejar mereka.
Akan tetapi, di antara narapidana yang tertangkap kembali itu ada yang dianiaya massa. Salah satu narapidana yang dianiaya saat tertangkap itu, Maikel Ilintamon, meninggal dunia pada 24 April 2019 malam. Seorang narapidana lain yang ikut melarikan diri pada 24 April 2019, Selius Logo, meninggal pada 3 Mei 2019.
Komnas HAM Perwakilan Papua telah dua kali merekonstruksi pelarian kesepuluh narapidana, yakni pada 3 Mei 2019 dan 7 Mei 2019. Rekonstruksi dilakukan untuk memastikan bagaimana upaya para narapidana berpindah dari satu tempat ke tempat lain di dalam Lapas, hingga akhirnya memanjat tembok Lapas Abepura dan kabur.
Komnas HAM juga ingin mengetahui apakah para narapidana itu berhubungan dengan orang di luar Lapas, dan bagaimana cara petugas Lapas Abepura menangani upaya narapidana melarikan diri. “Selain itu, rekonstruksi untuk mengungkap meninggalnya Maikel Ilintamon,” ujarnya.
Salah satu penghuni Panti Asuhan Muhammadiyah di Abepura, Junaidi Kinder (15) mengatakan, pada hari kaburnya para narapidana dari Lapas Abepura, seorang di antaranya masuk ke lokasi panti asuhan. Narapidana muncul dari belakang lokasi panti asuhan, kemudian bersembunyi di atas plafon salah satu bangunan panti. Salah seorang warga kemudian datang memaksa narapidana itu turun.
Tidak lama berselang, banyak warga yang masuk ke lokasi panti asuhan. “Namun saya tidak tahu siapa warga itu, dan dari mana saja asalnya. Di antara mereka ada yang memukul narapidana yang tertangkap itu. Narapidana itu menggunakan celana panjang loreng, dan baju singlet hitam,” kata Junaidi Kinder.
Pengurus Panti Asuhan Muhammadiyah, Iwan mengatakan hal serupa. Menurutnya, ketika itu penghuni panti sedang melaksanakan shalat dzuhur. “Kami juga kaget, warga dari luar panti berdatangan. Saat itu saya tidak lihat memperhatikan bagaimana kondisi narapidana (yang tertangkap itu. Saya) tidak melihat apakah dia berdarah atau tidak, karena masyarakat sudah banyak mengerumuninya. Saya hanya lihat narapidana itu diangkat,” kata Iwan. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G