Papua No. 1 News Portal | Jubi ,
Jayapura, Jubi – Komnas HAM Perwakilan Papua menduga ada pihak atau kelompok yang sengaja berupaya menghambat pemenuhan hak masyarakat beberapa daerah di Papua untuk mendapat pelayanan pendidikan dan kesehatan.
Kepala Kantor Komnas HAM Perwakilan Papua, Frits Ramandey mengatakan, intimidasi dan kekerasan terhadap tenaga guru dan tenaga medis tidak hanya di Mapenduma, Kabupaten Nduga. Pihaknya juga mendapat pengaduan terkait hal serupa meski di wilayah lain tidak ada guru dan tenaga medis yang menjadi korban kekerasan seksual.
"Kami juga dapat pengaduan di kabupaten lain juga mengalami intimidasi (guru dan tenaga medis). Kami dapat pengaduan pada Jumat, lalu, setelah peristiwa Mapenduma muncul ke publik," kata Frits Ramandey usai menemui beberapa korban kasus Mapenduma di RS Bhayangkara, Kota Jayapura, Selasa (30/10/2018).
Menurutnya, ini menunjukkan adanya kelompok yang merencanakan kejahatan untuk menghambat upaya pemenuhan HAM dalam pelayanan kesehatan dan pendidikan bagi warga negara.
Padahal katanya, mereka yang bekerja untuk pemenuhan hak pendidikan dan pelayanan kesehatan kepada warga harus mendapat perlakukan yang sama dan diberikan perlindungan, tidak hanya oleh aparat keamanan juga masyarakat sipil.
Terkait kasus Mapenduma Komnas HAM Perwakilan Papua mengkategorikannya sebagai kejahatan serius sehingga bupati, kepala Dinas Kesehatan, dan Kepala Dinas Pendidikan wajib melakukan semua upaya agar pelayanan pendidikan dan kesehatan untuk masyarakat di wilayah itu dapat terpenuhi, juga memberikan pelayanan kepada para korban yang kini berada di RS Bhayangkara, Kota Jayapura.
"Kapolda Papua harus melakukan langkah terukur. Paling tidak menempatkan anggotanya di Mapenduma untuk memberikan rasa aman kepada petugas kesehatan dan guru. Pelaku harus dicari dan dikenai hukum positif dan adat agar tak terulang kembali," ujarnya.
Selain itu kata Ramandey, ini menjadi alasan upaya pemenuhan HAM oleh pemerintah daerah, dan Polda Papua untuk memberikan jaminan keamanan warga negara.
Komnas HAM Perwakilan Papua akan meminta bupati bertanggungjawab dan secepatnya melakukan langkah agar pelayanan kesehatan dan pendidikan jalan. Pemerintah kabupaten juga dinilai harus bertanggung jawab terhadap semua guru dan petugas kesehatan yang sedang mengalami pemulihan.
"Kami akan minta Kapolda secepatnya berkoordinasi dengan gubernur dan pemda menempatkan anggotanya di sana supaya petugas yang melakukan pelayanan di sana merasa aman ini juga permintaan mereka (korban) untuk jaminan keamanan," ucapnya.
Namun dalam kasus Mapenduma kata Ramandey, jika mendengar kronologis dari korban mereka tidak mengalami penyanderaan, tapi lebih pada intimidasi dan penyekapan selama dua hari.
"Mereka ditampung di satu tempat dan diminta tak melakukan aktivitas ke luar. Itu bisa dikategorikan penyekapan bukan penyanderaan. Kami segera menyurat ke pemda setempat dan bertemu Kapolda. Tapi intinya pelaku harus ditindak," katanya.
Sementara Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Papua, Komisaris Besar (Kombes) Polisi, Ahmad Mustofa Kamal mengatakan, hingga kini 15 korban dalam kasus Mapenduma masih didampingi oleh psikolog dari Polda Papua.
Fokus pihaknya kini melakukan trauma healing setiap pagi dan sore untuk pemulihan mental dan psikis para korban.
Hanya saja, hingga kini kepolisian belum mengetahui kelompok bersenjata mana yang melakukan intimidasi dan kekerasan seksual terhadap guru yang bertugas di daerah tersebut.
“Saat ini ada dua tim dari Polda Papua yang sudah melakukan pengejaran terhadap para pelaku tersebut,” kata Kombes Pol Kamal.
Namun ia mengakui jika tak ada pos Polri atau TNI di Mapenduma. Namun dengan adanya kasus itu, pihaknya telah berkomunikasi dengan pihak terkait untuk pembangunan pos keamanan di wilayah tersebut. (*)