“Banyak Safeguard Yang Diabaikan” Bagian 2 laporan Investigasi Kroni Prabowo kepung Proyek Lumbung Pangan, ancam lingkungan, hutan Papua dan habitat Orangutan

Ilustrasi - IST
  • Pemerintah Indonesia melucuti berbagai aturan perlindungan lingkungan demi melancarkan proyek “lumbung pangan” (food estate) untuk menggenjot produksi makanan.

  • Sebuah perusahaan yang dijalankan oleh para kroni Menteri Pertahanan Prabowo Subianto bersiap memanen keuntungan dari proyek tersebut. Mereka berupaya menggaet investasi sekitar Rp 33 triliun.

  • Proyek lumbung pangan juga membidik hutan-hutan di Papua. Para pemerhati mengatakan rencana tersebut melanggar berbagai aturan, selain dipenuhi banyak sekali konflik kepentingan.

 

Penerbitan Laporan investigasi ini adalah hasil kerja kolaborasi Gecko Project, Tempo dan Jubi

Read More
Papua
Lokasi food estate yang diusulkan Kementerian Pertahanan. Lokasi ini berada di Provinsi Kalimantan Tengah. Sebagian besar area yang diusulkan tumpang tindih dengan habitat orangutan. – Gecko Project

Banyak Safeguard Yang Diabaikan

Awalnya, fokus program food estate lebih banyak tertuju pada rencana pemerintah untuk menggalakkan produksi padi di wilayah lahan gambut Kalimantan Tengah.

Rencana itu sontak menuai banyak kritik karena dinilai hanya akan mengulang bencana yang pernah terjadi dua dekade lalu di lokasi yang sama. Saat itu, proyek serupa menyebabkan lahan gambut mengering, dan justru menghasilkan emisi gas rumah kaca dalam jumlah masif dan hanya menghasilkan sedikit panenan padi.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berupaya menampik kekhawatiran bahwa proyek baru itu bakal menyebabkan kerusakan lingkungan. Sebaliknya, KHLK mengeklaim proyek itu bertujuan untuk merehabilitasi kawasan hutan lindung yang telah digunduli secara ilegal, serta mendukung wanatani yang dapat menuai hasil panen tanpa perlu membabat hutan.

“Kami juga berkomitmen untuk memastikan bahwa tidak ada habitat orangutan Kalimantan yang akan disasar,” kata Siti Nurbaya Bakar, Menteri KLHK.

Namun, Presiden Jokowi juga mendapuk Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto—mantan pesaingnya dalam dua kali pilpres terakhir—untuk bertanggung jawab atas proyek food estate.

Pada bulan yang sama ketika Jokowi mengunjungi lahan gambut di selatan Kalimantan, para pejabat TNI dan Kementerian Pertahanan mengadakan pertemuan dengan pemerintah daerah di Kabupaten Gunung Mas, 150 kilometer di bagian utara lokasi kunjungan Jokowi.

Di sana, masyarakat adat suku Dayak hidup di sepanjang sungai-sungai besar yang berkelok-kelok ke selatan dari daerah hulu pegunungan di tengah-tengah Pulau Kalimantan, menembus hutan, dan bermuara ke Laut Jawa.

Kementerian Pertahanan mengincar hamparan hutan belantara di sisi timur Sungai Kahayan, yang merupakan ruang hidup penduduk setempat. Di tempat itu, masyarakat lokal mengumpulkan makanan, menyadap karet, dan mencari kayu.

Menurut para kepala desa yang kami wawancarai, mereka sempat diundang dalam sebuah pertemuan dengan para pejabat kementerian dan seorang perwira tinggi tentara pada Juli 2021 lalu, sebulan setelah proyek food estate dicanangkan.

Orang-orang dari Jakarta tersebut memaparkan keinginan mereka untuk membuka perkebunan demi mengamankan kebutuhan pangan nasional. Namun, rencana itu tidak dijelaskan secara rinci. Warga desa tidak diberi tahu di mana lokasinya dan kapan proyek itu akan dimulai.

Hanya dalam beberapa  pekan kemudian, Prabowo mengajukan permintaan kepada KLHK untuk membangun perkebunan pangan di Gunung Mas, yang luasnya setara dengan hampir separuh Jakarta. Saat itu belum ada peraturan yang menjelaskan apa itu kawasan food estate, apalagi cara membuatnya.

Hasil pemetaan citra satelit menunjukkan bahwa ketika rencana lumbung pangan diajukan, sebagian besar lokasi yang diincar sebenarnya merupakan kawasan hutan hujan.

Mengacu pada kajian yang disetujui oleh pemerintah, sebagian besar area itu merupakan habitat orangutan.

“Memang awalnya nggak mereka beritahu [bahwa luasnya] sebanyak 33.000 hektar itu”, kata Mine Yantri, seorang kepala desa yang menghadiri pertemuan pada Juli 2021 lalu.

“Ya memang kami tidak bisa menolak program pemerintah.”

Proses pembukaan lahan di Gunung Mas dimulai pada pertengahan November 2020, ketika regulasi tentang food estate baru berumur tiga pekan.

Meski sempat dilibatkan dalam pertemuan-pertemuan awal, warga desa di sekitar lokasi proyek belum mendapatkan informasi yang cukup.

Sigo, seorang pemuka adat dari kampung Tewai Baru, mendapati jalurnya mencari kayu dihadang oleh para tentara yang sedang menjaga lahan yang baru dibuka. Warga desa lantas mulai menuding para tokoh masyarakat seperti Sigo telah menjual lahan tanpa sepengetahuan warga.

“Serba salah ya,” kata Sigo.

Persyaratan alih fungsi lahan berupa konsultasi publik untuk KLHS baru dilakukan oleh Kementerian Pertahanan tiga bulan kemudian, yakni pada Februari 2021. Saat itu, lebih dari 600 hektar lahan sudah dibuka.

Presentasi yang dipaparkan KLHK pada Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR RI, Maret 2021, mengindikasikan bahwa Kementerian Pertahanan masih belum memenuhi berbagai ketentuan yang diwajibkan untuk mengalihfungsikan lahan.

Lahan yang diincar Kementerian Pertahanan masuk dalam kategori Hutan Produksi. Padahal prinsip yang telah lama berlaku dalam kaidah hukum kehutanan Indonesia menegaskan bahwa kawasan Hutan Produksi tidak boleh dikonversi menjadi perkebunan pertanian.

Menurut Adrianus dari ICEL, rentetan peristiwa itu menunjukkan adanya “dugaan pelanggaran” hukum kehutanan.

“Dalam konteks food estate ini, banyak safeguard yang kemudian diabaikan begitu saja,” tambahnya.

“Penyusunan KLHS yang diabaikan, masyarakat yang tidak dilibatkan, prosesnya juga dilakukan secara tertutup.”

Kepada kami, Kementerian Pertahanan berdalih bahwa pembukaan lahan itu sudah sesuai dengan regulasi tahun 2018 yang, dalam situasi mendesak, memperbolehkan “pinjam pakai” kawasan hutan untuk penggunaan lain tanpa mengubah statusnya. Mereka bilang sudah “menyesuaikan” ketika aturan food estate diberlakukan pada 2020.

Pembukaan lahan itu dilakukan “berdasarkan instruksi dari Presiden Jokowi dalam rapat kabinet.”

Ketika reporter kami mengunjungi lokasi tersebut pada Agustus lalu, lahan itu dijaga oleh tentara. Moeldoko, Kepala Staf Kepresidenan, mengatakan, penugasan tentara diperbolehkan oleh Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

Undang-undang itu mengharuskan Presiden mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat untuk pengerahan kekuatan TNI. Namun kami tidak menemukan dokumen yang mengkonfirmasi bahwa syarat tersebut telah dipenuhi. Dua pemerhati keamanan memberitahu kami bahwa pengerahan tentara untuk proyek lumbung pangan kemungkinan besar melanggar undang-undang.

Meskipun lahan yang sudah dibuka sangat luas, hanya sekitar 30 hektar lahan yang sudah ditanami singkong hingga Agustus 2021 lalu. Berdasarkan pengamatan reporter kami, pohon-pohon singkong itu banyak yang layu dan daunnya menguning. Tidak sedikit pula yang sudah mati.

Prabowo berambisi menanam singkong seluas lebih dari 1 juta hektar untuk menggantikan gandum, sebagai upaya mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor pangan.Kementerian Pertahanan juga meyakini bahwa singkong bisa digunakan untuk berbagai produk olahan selain makanan, dari bahan bakar nabati hingga farmasi.

Akan tetapi, menurut Reinhardt Howeler, seorang ilmuwan yang puluhan tahun meneliti singkong, pembukaan perkebunan singkong terhitung susah. Sebagian besar kebutuhan singkong dunia dipasok oleh kebun rakyat, katanya, dan kebanyakan perkebunan singkong dengan luas lebih dari sekian ratus hektare sifatnya sangat padat karya sehingga tidak ekonomis.

Bagi Howeler, perkebunan singkong seluas 32.000 hektare adalah yang terbesar yang pernah ia dengar, sekitar lima kali lipat kebun terluas yang pernah dia dengar.

Profesor Achmad Subagio, ahli singkong yang mendampingi proyek Kementerian Pertahanan di Gunung Mas mengatakan, singkong membutuhkan perawatan intensif selama empat bulan setelah ditanam. Ia belum pernah mengunjungi lokasi perkebunan itu lagi sejak Februari.

“Jika tidak ada dana perawatan ya [singkongnya] kurus pasti,” tambahnya.

Namun Kementerian Pertahanan buru-buru merambah hutan bahkan sebelum mendapatkan anggaran untuk mencetak perkebunan. Hampir setahun setelah penebangan hutan itu dilakukan, mereka menyatakan “masih menunggu proses regulasi dan alokasi anggaran” untuk proyek tersebut. (*)

Baca Bagian 1                Baca Bagian 3                     Baca Bagian 4

Related posts

Leave a Reply