Ketua DPRD Kabupaten Jayapura tidak harus OAP

Demo damai beberapa waktu lalu. Tulisan di spanduk adalah salah satu tuntutan yang disampaikan oleh para pendemo - Jubi/Engel Wally
Demo damai beberapa waktu lalu. Tulisan di spanduk adalah salah satu tuntutan yang disampaikan oleh para pendemo – Jubi/Engel Wally

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Sentani, Jubi – Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Papua Bangkit, Hengky Jhoku, mengatakan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jayapura tidak harus orang asli Papua (OAP).

Read More

Menurutnya, jabatan bupati sudah OAP, sementara Ketua DPRD sebaiknya non-OAP supaya ada perimbangan dan saling mengawasi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.

“Kendati demikian semua harus diserahkan kepada mekanisme partai atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Hengky Jhoku, kepada media di Sentani, Sabtu (25/5/2019).

Dirinya mengatakan di era reformasi dan juga perkembangan teknologi yang kian pesat berkembang, OAP harus memahami dengan baik Undang-Undang Otsus dan melakukan percepatan pembangunan di berbagai aspek kehidupan.

Tetapi dalam kenyataan yang dihadapi saat ini, OAP di lembaga legislatif tidak berfungsi secara maksimal. Fungsi kontrol dan pengawasan terhadap eksekutif hingga saat ini seperti apa, secara khusus di Kabupaten Jayapura.

“Bupati dan Ketua DPRD Kabupaten Jayapura periode ini adalah satu partai, dari satu kampung, dan tentu saja dalam proses pengambilan kebijakan akan sangat berdampak karena ada ikatan emosional sebagai keluarga,” ungkapnya.

Jhoku mengatakan untuk menghindari hal tersebut, penting ada keseimbangan dan fungsi pengawasan serta kontrol dijalankan. Artinya, tidak harus posisi Ketua DPRD harus OAP.

“Intinya, masyarakat dapat menerima manfaat dari pembangunan yang dilaksanakan, jangan lupa, Otsus sudah tinggal berapa tahun lagi akan berakhir. Undang-undangnya tetap, tetapi dari sisi anggaran bisa saja direvisi,” katanya.

Lebih lanjut, Jhoku mengatakan pemilu yang sudah berlangsung ini harus diterima dengan baik. Walaupun hasilnya OAP minim dalam penentuan legislatif.

“Kita realistis saja, kondis daerah ini dalam memasuki proses demokrasi didahului dengan datanganya bencana alam yang memang tidak dikehendaki oleh kita semua bahkan sebuah setingan,” katanya.

Kondisi ini, lanjutnya, menjadi peluang yang sangat penting bagi mereka yang sedang berebut 25 kursi di DPRD Kabupaten Jayapura.

“Rata-rata yang memberikan bantuan serta sumbangan adalah saudara-saudara kita yang tertimpa bencana adalah saudara kita non-OAP,” ujarnya.

“Saya tidak yakin kalau ada politik uang dalam proses ini. Ini pemilu bukan baru sekali. Semua orang dalam kondisi bencana alam mengharapkan bantuan, dan siapa saja yang datang meringankan tangan mereka memberikan bantuan akan selalu diingat. Sisi ini yang dimanfaatkan, jadi masyarakat juga tidak bisa disalahkan,” jelasnya.

Hengky Jhoku berharap mereka yang gagal dalam perebutan kursi DPRD harus mampu menerima dengan lapang dada, tetapi terlebih dari itu adalah membuat terobosan dalam setiap karier yang dijalani.

“Secara ekonomi kita harus mapan dulu, politik itu dinamis tetapi membutuhkan finansial yang cukup dan sumber daya manusia yang mumpuni,” tukasnya.

Sementara itu, Frangklin Wahey, tokoh pemuda Kabupaten Jayapura, mengatakan DPRD Kabupaten Jayapura selama periode lima tahun berjalan ini sangat ompong taringnya.

“Kalau mau OAP duduk di pucuk pimpinan, kenapa tidak dorong perdasus untuk mendukung undang-undang Otsus dan juga turunan undang-undang yang diberlakukan di Republik Indonesia. Sekarang mau berteriak agar OAP yang duduk di pucuk pimpinan, pakai aturan yang mana,” pungkasnya. (*)

Editor: Dewi Wulandari

Related posts

Leave a Reply