Papua No. 1 News Portal | Jubi
Makassar, Jubi – Ketua DPR Papua, Jhony Banua Rouw menegaskan Badan Pembentukan Peraturan Daerah atau Bapemperda DPR Papua tidak berhak menolak atau menyetujui usulan atau pengesahan suatu rancangan peraturan daerah atau raperda.
Pernyataan itu dikatakan Jhony Banua Rouw melalui panggilan teleponnya, Rabu (27/5/2020, sebagai tanggapan terhadap pernyataan Ketua Bapemperda DPR Papua, Emus Gwijangge.
Sehari sebelumnya, Ketua Bapemperda DPR Papua menyatakan menolak rencana perumusan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi atau Raperdasi bencana non alam yang diusulkan pimpinan DPR Papua dan telah disetujui Pemprov Papua untuk dibahas bersama, dengan melibatkan akademisi dari Universitas Cenderawasih.
Jhony Banua Rouw mengatakan, dalam bekerja lembaga DPR Papua berpedoman pada tata tertib (tatib) dewan, peraturan pemerintah (PP) dan sejumlah aturan lainnya.
Tupoksi Bapemperda adalah melakukan rasionalisasi, harmonisasi, dan finalisasi terhadap Raperda untuk mengetahui apakah bertentangan dengan aturan lainnya terutama aturan lebih tinggi atau tidak.
Katanya, setuju atau tidak setuju bukan ranahnya Bapemperda. Setelah Raperda difinalisasi, dibawa ke paripurna untuk dilaporkan, dan mendapat tanggapan dari fraksi dewan.
“Yang berkewenangan menolak atau menerima adalah fraksi. Tolong baca aturan dengan baik supaya kita jangan memberikan pemahaman yang salah kepada rakyat. Semua anggota dewan harus mengerti tahapan dan tupoksinya agar tidak salah,” kata Jhony Banua Rouw.
Selain itu menurutnya, bagaimana mungkin seorang ketua Bapemperda menolak sebelum membaca isi Raperdasi itu. Sebagai pengusul, Jhony Banua Rouw hingga kini belum memasukkan materi Raperdasi penanganan bencana non alam tersebut.
“Barang belum ada kok sudah tolak? Kecuali kalau sudah membaca [materi usulan Raperdasi itu] dan tidak sesuai dengan kondisi Papua, silahkan ditolak. Jangan terbawa ego, tinggalkan itu dan mari bekerja untuk rakyat Papua,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Bapemperda DPR Papua, Emus Gwijangge mengatakan pihaknya menolak usulan Raperdasi penanganan bencana non alam termasuk pandemi Covid-19 kini, kerena beberala alasan.
Alasan penolakan itu di antaranya, pandemi Covid-19 hanya bersifat temporer atau sementara waktu, dan secara nasional penanganannya mengacu pada beberapa undang-undang.
“Undang-undang yang dijadikan acuan itu, antara lain Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kerantina Kesehatan. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020, dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020,” kata Emus Gwijangge.
Ditingkat Provinsi Papua menurutnya, hal yang berkaitan dengan wabah penyakit dan pelayanan kesehatan diatur dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus dan Perdasi Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pelayanan Kesehatan. Jika dibuat Raperdasi, yang baru dikhawatirkan terjadi tumpang tindih dengan aturan yang sudah ada.
Selain itu kata Emus Gwijangge, pembentukan sebuah peraturan daerah mesti melalui berbagai mekanisme sesuai Undang-undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang perubahan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, sehingga pembahasannya akan butuh waktu cukup lama. (*)
Editor: Edho Sinaga