Ketika sampah bernilai seni

Kreativitas anak-anak kampung Yokiwa saat pameran di Aliakha Art Center - Jubi/IST
Kreativitas anak-anak kampung Yokiwa saat pameran di Aliakha Art Center – Jubi/IST

Papua No. 1 News Portal | Jubi

TANGGAL 27 Februari 2019 hingga 1 Maret 2019, anak-anak di Kampung Yokiwa, Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura mementaskan sebuah karya seni, yang terbuat dari sampah plastik.

Read More

Aksi ini sontak memantik minat masyarakat Kota dan Kabupaten Jayapura untuk menyaksikan aksi teatrikal tersebut. Betapa tidak, sebuah ikan raksasa bernama The Khayouw (ikan gabus danau Sentani), setinggi 10 meter dan lebar 4 meter, diarak-arak keliling kali.

Replika khayouw terbuat dari sampah plastik yang dibuang warga di pinggiran danau dan kali. Sampah sebanyak itu dikumpulkan sejak 16 Februari 2019.

Tarian Akhoi Koi mengiring arak-arakan ikan raksasa. Sedangkan anak-anak yang mengantarnya memakai kostum terbuat dari botol-botol plastik.

Di belakang mereka tampak pria berdiri di atas sebuah perahu. Dia mengenakan kostum yang dikombinasikan dengan kulit kayu (khombouw) yang menyelimuti bagian atas tubuhnya.

Melewati instalasi khayouw raksasa, perahu kemudian disandarkan di jembatan dan dia bergabung dengan para penari sambil menyanyi.

Di pinggir kali Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw menunggu mereka. Lalu membuka kegiatan dengan pukulan tifa. Usai penabuhan Tifa, para penonton dipersilakan masuk ke dalam ruang pameran.

Satu ruangan berukuran lebih besar memamerkan 35 karya peserta kelas anak-anak. Kesemuanya dilukis di atas kulit kayu dengan ukuran yang sama (A4). Beberapa ditambahkan dengan elemen sampah plastik.

Pada ruang yang lebih kecil terpajang karya peserta kelas dewasa, karya Brian Suebu dan Fredy Monim. Turut dipamerkan sebuah prototipe dari ikan khayouw raksasa yang diparkir di sungai Itauwfili.

Selain pameran seni, kegiatan mereka juga bentuk kampanye lingkungan. Jangan buang sampah di danau. Apalagi sampah plastik. Itu dapat membunuh hewan-hewan di danau. Merusak lingkungan.

Mereka juga membuat stan yang diletakkan bersebelahan dengan Aliakha Art Center (AAC). Di situ disajikan kerajinan tangan, cenderamata, dan makanan lokal dari Kampung Yokiwa.

Pendiri AAC, Markus Rumbino kepada Jubi mengatakan, berangkat dari pemikiran akan pentingnya kesenian bagi masyarakat Papua, khususnya Sentani, AAC dirikan pada 6 Februari 2019, untuk mempersiapkan Kampung Yokiwa terhadap perkembangan global.

Hal ini dapat dilihat dalam program yang pertama, yaitu artist residence. Selama satu bulan proses kreatif bersama perupa Papua Ignasius Dicky Takndare, anak-anak mengembangkan setiap idenya menjadi karya seni rupa inovatif. Proses kreatif seperti ini sangat efisien karena anak-anak membuat sebuah karya seni rupa dengan cepat, yang berangkat dari cerita kehidupan sehari-hari.

Selain itu, anak-anak di Kampung Yokiwa memang sudah memiliki potensi, sehingga kehadiran AAC dianggap dapat mengembangkan kreativitas anak-anak.

“Namun (mereka) tetap mempertahankan nilai-nilai tradisi. Hal itu juga dapat mendukung percepatan pembangunan masyarakat,” ujar Rumbino.

Aliakha Art Center juga menjadi sebuah tempat untuk mempertemukan seluruh seniman dari berbagai bidang seni, baik secara lokal, maupun yang berasal dari luar negeri.

“Dulu hanya kami orang-orang tua yang menari, menyanyi, mengukir dan melukis. Sekarang kami sudah memiliki generasi penerus yang akan melanjutkan tradisi yang diturunkan dari nenek moyang orang Sentani. Peristiwa ini sangat luar biasa,” kata Kepala Kampung Yokiwa, Barnabas Awoitauw, seperti dituturkan Rumbino.

Rumbino berpesan agar orang Papua, khususnya Sentani agar tetap mempertahankan kesenian dan kebudayaan asli, meski dunia terus berkembang.

Rektor Institut Seni Budaya Indonesia (SBI) Tanah Papua, I Wayan Ray, dalam sambutan yang diterima Jubi memberi apresiasi kepada anak-anak kampung Yokiwa, yang menyuarakan kegelisahan mereka tentang lingkungannya lewat karya seni.

“Pesan-pesan mereka kuat dan jujur.”

Dia berpesan agar anak-anak terus berkreasi dan terlibat dalam kegiatan yang dapat membentuk karakter dan kepribadiannya.

Seniman residensi, Ignasius Dicky Takndare mengatakan, warga kampung perlu dilibatkan sebagai subjek dalam setiap kegiatan. Menurut alumnus Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta ini, anak-anak Yokiwa punya potensi yang sangat baik dalam bidang seni rupa.

“Jika terus ditempa dan dilatih, bukan mustahil akan lahir seniman besar dari kampung tersebut. Itulah sebabnya orang tua diharapkan mendorong dan mendukung anak-anaknya, untuk terus terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang dihelat AAC ke depan,” kata Ignasius. (*)

Editor: Angela Flassy

Related posts

Leave a Reply