Kemen-PPPA gandeng tokoh adat dan agama eksekusi program

Ilustrasi gadget – Jubi/Pixabay
Ilustrasi gadget – Jubi/Pixabay

Papua No. 1 News Portal | Jubi

“Papua ini sangat unik dan berbeda dari daerah lainnya, di mana adat masih berada pada urutan atas, tidak hanya itu masih banyak kasus kekerasan pada perempuan dan anak diselesaikan secara kekeluargaan.”

Read More

Jayapura, Jubi – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menggelar pertemuan dengan tokoh adat dan agama di Provinsi Papua untuk merencanakan hal-hal apa saja yang akan dilakukan ke depannya dalam konsep tiga tungku.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise, di Jayapura, Kamis (20/6/2019), mengatakan selama ini pihaknya sudah menggandeng dewan adat di Papua, sehingga kali ini akan melibatkan peran tokoh agama untuk mendukung program-program Kementerian PPPA.

“Kami mengharapkan dengan adanya pertemuan ini, dapat menciptakan sinergi antara tiga tungku yakni pemerintah, adat, dan agama khususnya dalam mendukung program pemberdayaan perempuan serta anak di Papua,” katanya.

Menurut Yohana, dari pertemuan tersebut pihaknya juga telah menetapkan mekanisme seperti apa yang akan digunakan ke depannya untuk mendukung program-program mereka.

“Selama ini perlu diakui bahwa dalam pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, kami belum melibatkan semua tungku sehingga pertemuan kali ini diharapkan dapat menciptakan kesepakatan bersama ke depannya,” ujarnya.

Dia menjelaskan dari pertemuan tersebut juga diharapkan ada satu model atau bentuk khusus pembangunan Tanah Papua melalui pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.

“Papua ini sangat unik dan berbeda dari daerah lainnya, di mana adat masih berada pada urutan atas, tidak hanya itu masih banyak kasus kekerasan pada perempuan dan anak diselesaikan secara kekeluargaan,” katanya lagi.

Dia menambahkan penyelesaian secara kekeluargaan ini sebenarnya sangat bertentangan dengan hukum dan aturan yang berlaku, sehingga Kementerian PPPA harus memaparkan undang-undangnya agar masyarakat dapat lebih memahaminya, di mana melalui tokoh adat dan agama ini diharapkan dapat mensosialisasikan.

Tertibkan gawai

Kementerian PPPA juga berencana menerbitkan peraturan pembatasan penggunaan gawai (gadget) sebagai kebijakan agar dampaknya tidak terlalu meluas bagi tumbuh kembang moral anak.

Awalnya Kemen-PPPA berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan serta Komunikasi dan Informasi (Kominfo) kaitannya dengan surat keputusan menteri bersama untuk pembatasan gawai ini. Namun karena fokusnya pada perlindungan anak, akhirnya peraturan ini akan terbitkan oleh Kementerian PPPA.

Menurut Yohana, peraturan ini sedang dalam proses. Pihaknya juga sudah menandatangani surat-suratnya sehingga diharapkan secepatnya dapat diterbitkan untuk segera diberlakukan.

“Nantinya, jika peraturan ini jadi maka kami akan mengumumkan kepada publik melalui keterangan pers dan diharapkan dapat memberikan perlindungan khusus pada anak-anak,” ujarnya.

Sebelumnya, pemerhati anak di Papua mengatakan kasus-kasus perundungan, penindasan atau perisakan dan sering dikenal dengan sebutan bullying merupakan salah satu dampak negatif dari penggunaan media sosial yang tidak bertanggung jawab.

Pemerhati anak di Provinsi Papua, Betshie Pesiwarissa, mengatakan kasus perundungan tersebut juga terjadi di Bumi Cenderawasih, hanya saja kini dalam penyelesaiannya masih menggunakan cara kekeluargaan.

“Salah satu contoh, kasus perundungan yang terjadi pada salah satu SMA di Papua belum lama ini, di mana dalam video tersebut dipertontonkan bagaimana seorang anak dipukul oleh teman sekolahnya,” katanya yang juga merupakan Praktisi Hukum pada LBH Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (Apik) Papua. (*)

Editor: Timo Marten

Related posts

Leave a Reply