Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Jhon Ginting, sopir “taksi” atau angkutan kota (angkot) trayek 103 A di Terminal Tipe B Expo, Kota Jayapura, Papua itu tampak duduk santai menunggu giliran mengangkut penumpang. Sambil menunggu giliran, ia menceritakan keluhannya tentang susahnya mendapatkan solar.
“Kadang-kadang solar tidak lancar. Kalau di sini (SPBU Expo) tidak ada kita (sopir) lari ke SPBU yang di Ale-Ale atau SPBU di Kotaraja,” ujarnya kepada Jubi pada Kamis, 10 Februari 2022.
Trayek 103A dimaksud Ginting merupakan trayek khusus mengangkut penumpang dari Waena menuju Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua. Ginting mengendarai mobil penumpang jenis starwagon. Mobil jenis ini menggunakan solar sebagai bahan bakar.
“Terkadang tidak dapat, karena di SPBU Expo cuma masuk 10 ton saja. Ya, kalau bisa 20 ton boleh baru cukup, karena truk-truk dan starada juga ikut antre isi. Ada juga yang isi lalu ngetap (dipindahkan), lalu isi lagi,” katanya.
BACA JUGA: Warga Kota Jayapura nikmati belanja online meski ongkos kirim tinggi
Selain solar, mobil Starwagon bisa memakai Dexlite. Tetapi para sopir jarang menggunakannya lantaran harganya cukup mahal. Dexlite di SPBU dijual kisaran Rp9.700 per liter sedangkan solar hanya Rp5.150 per liter. Sopir akan mengisi Dexlite jika sudah tidak kebagian solar.
Ginting biasanya menghabiskan 20 liter solar dalam sehari. Dengan kapasitas minyak ini ia bisa empat kali narik. Jika ia memakai Dexlite harus ada tambahan pengeluaran.
Jika dihitung memakai bahan bakar solar maka ia mengeluarkan biaya BBM Rp103 ribu untuk 20 liter solar. Sebaliknya bila memakai Dexlite maka ia harus mengeluarkan biaya Rp194 ribu untuk jumlah yang sama. Ada selisih tambahan pengeluaran biaya Rp91 ribu untuk Dexlite.
Walaupun harus mengeluarkan biaya tambahan, Ginting mengaku pendapatan yang ia peroleh tetap sama per hari Rp300 ribu. Pandemi Covid-19, kata Ginting, ikut mempengaruhi pendapatan sopir. Ia berharap biaya tarif bisa dinaikkan dari Rp5 ribu menjadi Rp7 ribu.
“Sudah tidak ada anak sekolah atau anak kulihan, karena pada belajar online semua,” katanya.
Setelah dikurangi biaya makan dan BBM, Ginting mengantongi pendapatan bersih sekitar Rp150 ribu. Hasil ini harus ia sisihkan untuk menyetor kreditan ke Bank.
“Saya beli mobil ini dari kredit di bank Rp100 juta. Tiap bulan selama tiga tahun saya harus setor ke bank,” ujarnya.
Sementara Ilan, sopir trayek Abe, Waena, dan Expo berharap tarif taksi bisa dinaikkan. Dari yang semula Rp5 ribu menjadi Rp6 ribu.
Ilan beralasan kenaikan tarif akan bisa menutupi beban biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan bakar. Sejak pemerintah meniadakan BBM jenis premium mereka juga harus beralih menggunakan Pertalite.
“Ada tambahan sekitar Rp1.400 untuk beli minyak,” katanya.
Harga Pertalite yang dijual di SPBU kini Rp7.850 dibandingkan dengan dulu harga Premium lebih murah Rp6.450. Sehari Ilan mengabiskan sekitar 20 liter Pertalite. Dari situ ia mendapatkan Rp300 ribu per hari.
“Bisa dapat lebih kalau tidak pandemi kaya gini. Covid-19 kan buat anak tidak sekolah, padahal pemasukan lumayan dari anak-anak sekolah,” ujarnya.
Setelah dikurangi biaya pembelian BBM, makan, dan setoran, Ilham mengantongi pendapatan bersih Rp100 ribu per hari. Ia bersama sopir lainnya berharap ongkos tarif bisa dinaikkan atau subsidi minyak yang dapat diberikan Pemerintah Kota Jayapura.
Harapan yang sama juga disampaikan para sopir trayek terminal Entrop menuju Kota Jayapura. Mereka berencana menaikkan tarif angkutan umum yang beroperasi di kota dari semula Rp4.000 menjadi Rp4.500.
“Paling senin ini [14 Februari 2022] sudah mulai naik,” kata salah satu sopir, Jamal.
Jamal merupakan sopir trayek terminal Entrop menuju terminal Mesran. Ia dan teman sopir berencana menaikkan tarif. Alasannya, bisa mendapatkan penghasilan yang cukup untuk menutupi kebutuhan ekonomi keluarga.
“Kalau (kebutuhan) kurang kita pinjam di koperasi harian, pinjam Rp1 juta setor harian Rp50 ribu,” kata pria 47 tahun tersebut yang telah menjadi sopir sejak 2005.
Pandemi Covid-19, menurut Jamal membuat penumpang tidak menentu. Terkadang hanya mengangkut tiga hingga lima penumpang saja. Dengan begitu penumpang tak menentu pendapatan bersih yang diperoleh Jamal berkisar Rp100 ribu per hari. (*)
Editor: Syofiardi