Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Keluarga dari mendiang Makilon Tabuni berinisial LT menyatakan para aparat keamanan di Distrik Sinak, Kabupaten Puncak, mengenal tujuh anak yang menjadi korban penganiayaan aparat, termasuk Makilon Tabuni. Menurutnya, anak-anak di sekitar Bandara Tapulinik, Distrik Sinak, sering mendatangi gudang PT Modern untuk menonton televii atau menonton perjudian toto gelap dan permainan dadu di sana.
Penganiayaan tujuh anak di Sinak itu bermula dari kasus pencurian senjata jenis SS2 prajurit Batalyon Infanteri Mekanis 521/Dadaha Yodha, Prada Kristian Sandi Alviando pada 22 Februari 2022. Saat itu, aparat keamanan menangkap tujuh anak, diduga menganiaya mereka, termasuk Makilon Tabuni. Makilon Tabuni kemudian meninggal dunia, dan jenazahnya telah diperabukan di Sinak pada 24 Februari 2022.
Keluarga dari mendiang Makilon Tabuni, LT mengatakan ketujuh anak yang ditangkap pasca pencurian senjata itu adalah Deson Murib, Makilon Tabuni, Pingki Wanimbo, Waiten Murib, Aton Murib, Elison Murib, dan Murtal Kulua. LT menyatakan ketujuh anak itu memang berada di gudang PT Modern saat senjata prajurit TNI dicuri, namun mereka tidak mengetahui peristiwa pencurian itu.
Baca juga: Penganiayaan anak di Sinak bukti negara tidak serius lindungi anak di Papua
LT menyatakan aparat keamanan juga sering berinteraksi dan mengenal, atau setidak-tidaknya tahu anak-anak warga yang tinggal di sekitar Bandara Tapulinik, termasuk ketujuh anak yang dianiaya pasca pencurian senjata api pada 22 Februari 2022. “Tentara kenal anak-anak itu. Biasanya anak-anak kecil itu berkumpul, lalu pergi menonton perjudian toto gelap dan dadu shio di [gudang] PT Modern,” kata LT.
LT menyebut, setelah aparat keamanan tahu ada senjata api yang dicuri, mereka memukul ketujuh anak itu tanpa bertanya dulu. “Tanpa bertanya mereka memukul [anak-anak itu] hingga babak belur. Anak kami meninggal dunia,” katanya.
LT menyayangkan aparat keamanan yang main hakim sendiri. “Kenapa aparat tidak bertanya kepada anak anak sebelum disiksa? Saat itu, coba aparat bertanya kepada anak-anak itu dulu. Mereka tidak tahu menahu tentang pencurian senjata. Harusnya mereka bertanya dulu kepada anak-anak itu, tapi mereka langsung main pukul sehingga anak kami meniggal dunia,” sesalnya.
Ia menyatakan keluarga Makilon Tabuni meminta para pelaku penganiayaan itu diadili sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. “Kami keluarga telah bersepakat, pelaku harus ditahan,” kata LT.
Baca juga: TNI akan akan investigasi dugaan penganiayaan anak hingga meninggal di Sinak
LT juga menyesalkan adanya tuduhan bahwa berita kematian Makilon Tabuni adalah hoaks. LT menegaskan foto prosesi perabuan Makilon Tabuni adalah peristiwa yang memang terjadi pada 24 Februari 2022. LT menyatakan jika aparat keamanan menuduh foto prosesi perabuan Makilon Tabuni adalah hoaks, hal itu justru mengindikasikan keterlibatan aparat keamanan dalam kasus kematian Makilon Tabuni.
LT meminta Kepala Kepolisian Daerah Papua dan Panglima Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih menutup semua pos aparat keamanan di sekitar Bandara Tapulinik di Sinak. Ia menyatakan seharusnya polisi dan prajurit TNI cukup berada di Markas Kepolisian Sektor (Polsek) Sinak dan Markas Komando Rayon Militer (Koramil) Sinak.
“Sebab di mana ada pos-pos dan [dn di mana ada] judi toto gelap, warga akan terus berdatangan untuk bermain. [Itu] harus ditutup, [semua polisi dan tentara] dipusatkan di Polsek dan Koramil yang ada,” kata LT.
LT juga menyatakan keberadaan pos aparat keamanan Bandara Tapulinik dan hutan telah membuat warga Sinak tidak bebas beraktivitas. “Sebab banyak warga juga punya kebun di hutan, [dan] sekitar Tapulinik,” katanya.
Baca juga: Senjata dicuri, aparat lakukan penyisiran dan aniaya warga, 1 anak SD meninggal dunia
Salah satu warga Sinak yang dihubungi Jubi, DM menyatakan dia ikut menghadiri prosesi perabuan jenazah Makilon Tabuni di Sinak pada 24 Februari 2022 lalu. Ia heran dengan pernyataan sejumlah pihak yang menyebut foto prosesi perabuan jenazah Makilon Tabuni adalah hoaks.
“Jika ada [yang] bilang hoaks, itu tidak benar. Sebab saya sendiri menyaksikan langsung di lapangan bahwa [jenazah] yang dibakar guru dan sejumlah pemuda itu adalah jenazah Makilon Tabuni,” kata DM.
Secara terpisah, Tim Advokasi HAM untuk Papua mengutuk keras tindakan penganiayaan dan penyiksaan terhadap tujuh anak hingga menyebabkan Makilon Tabuni meninggal itu. Tim Advokasi HAM untuk Papua itu merupakan koalisi sejumlah organisasi masyarakat sipil yang selama ini melakukan advokasi Hak Asasi Manusia (HAM). Mereka antara lain KontraS, YLBHI, Make West Papua Safe Campaign, Asia Justice and Rights, Southeast Asia Freedom of Expression Network, Elsham Papua, LP3BH Manokwari, Amnesty International Indonesia, TAPOL, KPKC SINODE GKI TP, Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (YKKMP), Imparsial, serta Yayasan Pusaka Bentala Rakyat.
Sejalan dengan penuturan LT, kronologi yang disusun Tim Advokasi HAM untuk Papua juga menyatakan pencurian senjata api prajurit TNI terjadi pada 22 Februari 2022 malam, saat sejumlah aparat dan masyarakat sekitar bandara Tapulunik bermain toto gelap dan permainan dadu di gudang PT Modern.
Baca juga: Pemerintah didesak tarik pasukan militer dari Puncak
Tim Advokasi HAM untuk Papua mendesak negara bertanggung jawab dengan mengusut tindakan penyiksaan terhadap tujuh anak itu secara transparan dan akuntabel. Tim Advokasi HAM untuk Papua juga meminta jajaran TNI/Polri menghukum seluruh anggotanya yang terbukti terlibat dalam tindakan penyiksaan.
Selain itu, pemerintah diminta melakukan pemulihan secara optimal baik secara fisik dan psikis terhadap enam korban anak yang sedang dirawat, serta melakukan pemulihan yang efektif kepada keluarga korban yang anaknya meninggal dunia.
Tim Advokasi HAM untuk Papua meminta Komnas HAM segera melakukan penyelidikan dan mengungkap dugaan pelanggaran HAM yang terjadi dalam insiden itu. Komnas HAM juga diminta mengawal agar penghukuman kepada seluruh aparat keamanan yang terlibat.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban serta Komisi Perlindungan Anak Indonesia juga diminta bergerak secara proaktif mendampingi dan melindungi keluarga korban, termasuk anak-anak serta menjalankan pemulihan yang efektif. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G