TERVERIFIKASI FAKTUAL OLEH DEWAN PERS NO: 285/Terverifikasi/K/V/2018

Sepanjang 2021, terjadi 12 kali gangguan internet di Papua dan Papua Barat

Akses Internet di Papua
Ilustrasi akses internet di Papua. - SAFEnet

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Southeast Asia Freedom of Expression Network atau SAFEnet menyampaikan kondisi akses internet di Tanah Papua melalui Diskusi Publik Peluncuran Laporan Situasi Hak-hak Digital 2021 yang berlangsung secara daring pada Rabu (2/3/2022). SAFEnet menyatakan sepanjang 2021 terjadi 12 kali gangguan internet di Papua dan Papua Barat.

Dalam diskusi publik itu, Direktur Eksekutif SAFEnet, Damar Juniarto menyatakan ada berbagai macam penyebab terjadinya gangguan internet di Tanah Papua. Dari 12 gangguan internet itu, sejumlah empat gangguan disebabkan karena bencana alam. Sedangkan delapan gangguan lainnya disinyalir disebabkan adanya operasi aparat keamanan.

Damar memastikan sedikitnya ada satu pemadaman internet yang sengaja dilakukan. “Jadi kami temui ada sebuah pemadaman internet yang di sengaja dilakukan dengan alasan keamanan,” katanya.

Baca juga: Jaringan internet dan telepon di Kota Jayapura sempat lumpuh sehari

Disamping itu, semenjak diberlakukannya pembelajaran secara daring, Papua, Papua Barat dan Nusa Tenggara Timur menjadi provinsi yang paling sulit menggelar pembelajaran secara daring, karena kurangnya akses internet. Situasi kurangnya akses internet juga dirasakan penyandang disabilitas.

“Itu jelas menjadi pekerjaan rumah besar bagi Pemerintah Indonesia,” ujarnya.

Di sisi hukum dan kebijakan, kata Damar, Indonesia memiliki rekam jejak buruk dalam hal pemenuhan akses internet. Hal itu disebabkan terbitnya peraturan yang rentan disalahgunakan untuk membatasi akses internet warga.

Terkait situasi kebebasan berekspresi secara daring pada 2021, Damar menyebutkan semakin banyak pejabat publik menggunakan pasal karet Undang-undang ITE untuk membungkam suara kelompok kritis. Menurutnya, Pasal 27 ayat 3 Undang-undang ITE terkait defamasi menjadi pasal paling populer yang digunakan untuk membatasai ekspresi di rana digital.

Baca juga: Usai pengedropan pasukan di Maybrat, 17 sekolah berhenti beraktivitas dan warga sulit akses internet

“Ada 17 korban yang dilaporkan dengan pasal 27 ayat 3, enam korban dengan pasal 45 ayat 3 [Undang-undang ITE]. Dan lima korban dijerat dengan Undang-undang ITE, tanpa memperinci pasal yang digunakannya,” katanya.

Selain memakai Undang-undang ITE, suara kritis di internet juga dibungkam dengan Pasal 14 dan 15 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) “Ada setidaknya empat orang yang dijerat dengan menggunakan pasal [KUHP],” sambungnya.

Damar menambahkan, pada 2021 aktivis justru menjadi kelompok korban yang paling banyak dijerat dengan Undang-undang ITE. Ada 10 aktivis yang coba dijerat dengan pasal karet Undang-undang ITE, atau setara dengan 26,3 persen dari total jumlah korban kriminalisasi ekspresi di internet pada 2021. Menurut Damar, hal itu baru pertama kalinya terjadi sejak Undang-undang ITE diberlakukan pada 2008.

Baca juga: Internet di Jayapura “putus sambung”, Safenet : Harus dilihat konteksnya

“Tak hanya itu, kasus-kasus jurnalis yang berkaitan dengan ITE juga masih terus berlanjut. Ini menunjukan ada penyalahgunaan pasal multi tafsir dalam undang-undang tersebut untuk melakukan kriminalisasi,” ujarnya.

Peneliti Tata Kelola Internet, Sherly Haristya mengatakan penelitian yang ia lakukan menunjukkan bahwa platform media sosial cenderung memakai alasan “konten seperti demikian tidak boleh ada di platform” untuk menghapuskan konten tertentu. Banyak konten baik dan kritis dihapus oleh platform media sosial karena aturan yang “abu-abu” itu.

“Dengan adanya konten “abu-abu” di Indonesia, kita perlu saling kerjasama. Media sosial tidak akan mampu mengerti konteks persoalan di Indonesia. Akan tetapi, bukan berarti media sosial melepas tanggung jawab, melainkan harus bekerjasama dengan masyarakat sipil yang kredibel supaya bisa membuat keputusan moderasi konten yang tepat,” kata Sherly. (*)

Editor: Aryo Wisanggeni G

Baca Juga

Berita dari Pasifik

Loading...
;

Sign up for our Newsletter

Dapatkan update berita terbaru dari Tabloid Jubi.

Trending

Terkini

JUBI TV

Rekomendasi

Follow Us