Kehadiran TNI/Polri di Nduga jadi “serba salah”

Ilustrasi TNI. Jubi/Doc
Ilustrasi anggota TNI – IST

Jayapura, Jubi – Wakil Bupati Nduga Wentius Nimiangge menyatakan, kehadiran TNI/Polri di wilayahnya menjadi serba salah. Sebab, di satu sisi melakukan penegakkan hukum, namun keberadaan mereka juga membuat masyarakat takut dan mengungsi ke hutan.

“Kalau kehadiran TNI/Polri di sana membuat situasi lebih kacau lebih baik mundur, tapi kalau kehadiran mereka membuat Nduga menjadi aman silahkan dipertahankan,” kata Nimiangge, di Jayapura kemarin.

Read More

Melihat kondisi saat ini, ujar ia, seharusnya kehadiran TNI/Polri dievaluasi kembali, karena dalam menyelesaikan masalah di Nduga harus tetap melihat untung dan rugi. Dalam artian kehadiran bupati, wakil bupati, kepala distrik adalah untuk membangun, tapi kalau terganggu dengan kehadiran aparat, ini yang harus dicarikan solusi.

“Intinya kami pemerintah dan masyarakat tidak mau terganggu dengan kehadiran TNI/Polri di Nduga,” ujarnya.

Soal Nduga, menurut ia, pasti ada komunikasi langsung antara Presiden Jokowi dengan petinggi TNI/Polri, namun yang harus diingat tahun ini (2019) beberapa agenda nasional (Pilpres, Pileg, Ujian Nasional dan CPNS) ada dan harus dilaksanakan.

“Pada intinya kami siap jalankan perintah pimpinan tertinggi (presiden), tapi kalau suatu kebijakan yang ujungnya membuat situasi menjadi tidak kondusif dan banyak masyarakat menjadi korban, tentu harus di evaluasi kembali,” katanya.

Menurut ia, saat ini sebagian wilayah di Nduga situasi keamanan sudah kondusif, hanya saja beberapa distrik seperti Mbua, Mapenduma dan Yigi masih kurang kondusif.

“Dari Yurugu sampai Mbua aktivitas pemerintahan, pendidikan, kesehatan sama sekali lumpuh total, karena masyarakat setempat memilih mengungsi ke hutan dan wilayah terdekat yang dirasa aman. Kondisi seperti ini yang harus dipertimbangkan kembali,” ucapnya.

Sebelumnya, Ketua DPR Papua, Yunus Wonda berharap, tak ada istilah operasi militer dalam upaya aparat keamanan melakukan penegakan hukum di Kabupaten Nduga.

“Kami harap jangan pakai daerah operasi militer, karena kalimat operasi militer itu membuat orang asli Papua trauma sejak 1961 hingga kini. Membuat orang asli Papua tak nyaman. Mungkin bisa pakai kalimat (istilah) lain. Jangan pakai istilah operasi militer,” kata Yunus Wonda.

Ia mengatakan, sudah menjadi tugas aparat keamanan melakukan penegakan hukum. Dengan kemampuan dan peralatan yang dimiliki TNI dan Polri diyakini dapat mendukung tugas mereka. Namun jangan mengabaikan masyarakat sipil, terutama warga lokal.

“Tetap bagaimana masyarakat lokal dilindungi dan diberikan kenyamanan. Semua orang di tanah ini bagaimana menciptakan sukacita dalam suasana Natal di Papua, Desember 2018 ini,” ujarnya. (*)

Reporter : Alexander Loen
Editor : Syam Terrajana

 

Related posts

Leave a Reply