Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi- Koordinator Perlindungan dan Pendidikan Ibu dan Anak dari Pusat Studi Wanita Universitas Cenderawaih (Uncen)- Dr Kristina Sawen SH MH mengatakan pengakuan nikah adat di tanah Papua harus meninjau ulang UU Perkawinan No.1 Tahun 1974.
“ Jadi harus ditinjau kembali UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 untuk melihat pasal demi pasal. Apakah betul mengatur perkawinan secara adat. Peninjauan ini penting karena selama ini di Papua jika terjadi Kekerasan Dalam Rumah Tangga(KDRT) sulit diselesaikan karena nikah adat tidak diakui dalam hukum positif sehingga kaum perempuan menjadi korban,”katanya saat dikontak Jubi, Minggu (26/1/2020).
Dia menambahkan harus dikaji pasal demi pasal, yang bisa mengatur itu terhadap nikah secara adat kalau pun belum ada pasal yang mengatur bisa melakukan Yudisial Reviuw terhadap UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
“Kalau ada pasal-pasal yang sudah diatur tetapi masih tersirat mungkin kabur atau bias harus didorong lagi agar bisa dikuatkan melalui analisa-analisa,”katanya.
Dia menambahkan ada dua hal ketika berbicara perkawinan masuk dalam ranah hukum perdata, dalam ranah ini tidak diakui secara hukum nasional maupun hukum adat.”Pernikahan itu sah tetapi ketika masih dalam hukum pidana terutama dalam KDRT, maka harus dituntut dan korban harus memiliki akte nikah atau surat nikah sesuai UU Perkawinan,”katanya.
Dia menambahkan UU Otsus dan Majelis Rakyat Papua mengakui perkawinan secara adat dan bisa dikaji sehingga melahirkan kebijakan dalam Perdasus demi melindungi kaum perempuan dan anak anak dalam kasus kasus KDRT
Sementara itu Lembaga Bantuan Hukum (LBH)-bersama masyarakat adat di Kabupaten Jayapura melakukan diskusi draft rancangan untuk pengakuan terhadap nikah secara adat. “Kami sudah melakukan kajian bersama masyarakat adat di Sentani beberapa waktu lalu,”katanya.
Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa. Demikian bunyi ketentuan Pasal 1 Undang-Undang 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. UU 1 tahun 1974 tentang Perkawinan memiliki pertimbangan bahwa sesuai dengan falsafah Pancasila serta cita-cita untuk pembinaan hukum nasional, perlu adanya Undang-undang tentang Perkawinan yang berlaku bagi semua warga negara.
Pasal 1 UU Perkawinan dalam penjelasan Pasal demi Pasal dijelaskan bahwa Perkawinan sangat erat hubungannya dengan kerohanian dan agama. Penjelasan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 menyebutkan bahwa sebagai Negara yang berdasarkan Pancasila, dimana Sila yang pertamanya ialah ke Tuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir/jasmani, tetapi unsur bathin/rokhani juga mempunyai peranan yang penting. Membentuk keluarga yang bahagia rapat hubungan dengan keturunan, yang pula merupakan tujuan perkawinan, pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua.
Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan memiliki prinsip-prinsip atau azas-azas perkawinan yang telah disesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan zaman.(*)
Editor: Syam Terrajana
Prosesi antar mas kawin dalam perkawinan masyarakat suku Biak Saireri-Jubi/ist