Papua No.1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Seorang korban pengeroyokan di Kabupaten Biak Numfor, Papua, Abner Boseran (61 tahun) mendesak polisi segera menindaklanjuti penanganan kasusnya.
Kuasa hukum korban dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kyadawun, Imanuel Rumayom mengatakan, pihaknya mendesak penyidik kepolisian segera melimpahkan berkas perkara kliennya ke Kejaksaan dan Pengadilan Negeri (PN), agar segera disidangkan.
Menurutnya, penyidik terkesan menunda penangan kasus yang dialami kliennya. Sebab, pascadikeroyok oleh empat orang pada 9 Maret 2021 silam, kliennya langsung melapor ke Polsek Warsa.
Akan tetapi, hingga kini proses laporan tersebut belum sampai ke Pengadilan. Sementara anak korban, Yehezkiel Boseran (28 tahun) yang dilaporkan pelaku pada 8 Mei 2021 lalu, kini telah disidangkan.
Anak korban didakwa melanggar Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951, karena tanpa sengaja membawa pisau ke lokasi kejadian, saat mendengar ayahnya dikeroyok.
Meski pisau itu tidak digunakan melukai orang, namun Yehezkiel Boseran dijadikan terdakwa. Lantaran pokok perkara telah disidangkan, hakim Pengadilan Negeri Biak Numfor menolak permohonan pra peradilan terhadap kepolisian, yang diajukan terdakwa melalui kuasa hukumnya.
“Ada perbedaan respons dari kepolisian dalam penanganan dua kasus berbeda ini. Penanganan terhadap kasus Yehezkiel Boseran, begitu cepat prosesnya. Sementara kasus pengeroyokan terhadap ayah terdakwan, terkesan berjalan di tempat,” kata Imanuel Rumayom kepada Jubi, Selasa (14/9/2021).
Katanya, kuasa hukum korban telah berkoordinasi dengan Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Biak Numfor.
Akan tetapi pihak kejaksaan menyatakan masih menunggu tahap 2 atau penyerahan tersangka dan barang bukti dari penyidik kepolisian ke kejaksaan.
“Kami selanjutnya berkoordinasi dengan penyidik Polres Biak Numfor. Namun mereka menyatakan mesti berkoordinasi dulu dengan atasannya. Proses kasus ini terkesan tidak jelas. Padahal prosesnya sudah tujuh bulan,” ujarnya.
Korban dan kuasa hukumnya, mendesak Kapolres Biak Numfor segera memerintahkan penyidik, secepatnya melimpahkan perkara itu ke Kejaksaan Negeri Biak Numfor.
Selanjutnya disidangkan di pengadilan, sehingga asas persamaan di depan hukum dapat terlaksana.
Rumayom mengatakan, Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menegaskan, semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum.
Sebagai kuasa hukum korban Abner Boseren, pihaknya mengharapkan penyidik Polres Biak Numfor dapat menjunjung asas equality before the law.
Untuk itu, penyidik kepolisian segera melakukan tahap 2 kasus itu, sehingga korban merasa diperlakukan sama di depan hukum.
“Kami juga minta Irwasda Polda Papua mengawasi para penyidik dalam kasus ini agar bekerja profesional melayani masyarakat,” ucapnya.
Abner Boseran, warga Kampung Inswambesi, Distrik Warsa, Biak Numfor yang menjadi korban pengeroyokan mengatakan sejak awal ada sejumlah kejanggalan dalam proses hukum kasus yang dilaporkannya itu.
Katanya, setelah keempat pelaku ditangkap dan ditahan pada 5 Agustus 2021, mereka kemudian dikeluarkan dari tahanan polisi dengan alasan penangguhan penahanan.
“Saya baru tahu kalau para tersangka dikeluarkan dari tahanan polisi setelah saya bertemu mereka di luar. Penyidik Polres Biak tidak pernah berkoordinasi dengan saya atau kuasa hukum saya, untuk penangguhan para tersangka,” kata Abner Boseran.
Sebagai korban, ia tidak terima apa yang dilakukan penyidik dalam kasus ini. Ia merasa ada ketidakadilan dalam proses hukum tersebut. Padahal akibat pengeroyokan itu korban kehilangan salah satu penglihatannya.
“Makanya, saya dan keluarga menilai kebijakan Polres Biak Numfor tidak adil dan diskriminatif terhadap saya. Mungkin karena salah satu pelaku, adalah pejabat kampung,” ucapnya. (*)
Editor: Edho Sinaga