Kampung Puai, tempat persembunyian tentara Jepang

Warga melintasi Kali Jaifuri di Kampung Puai, Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura - Jubi/Engel Wally
Warga melintasi Kali Jaifuri di Kampung Puai, Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura – Jubi/Engel Wally

Papua No. 1 News Portal | Jubi

KAMPUNG Puai berada di Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura, Papua. Luasnya hanya 8,47 kilometer persegi dari total luas Distrik Sentani Timur seluas 484.3 kilometer persegi. Terdapat 622 penduduk dan 130 kepala keluarga menurut data Badan Pusat Statistik 2018.

Read More

Namun, kampung yang berada di sekitar Danau Love atau Telaga Emfote ini, punya banyak peninggalan dan saksi Perang Dunia II atau Perang Pasifik tahun 1942-1945.

“Pada masa Perang Pasifik 1944, kampung ini menjadi tempat persembunyian pasukan Jepang yang melarikan diri dari kejaran pasukan Amerika,” kata arkeolog dari Balai Arkeolog Papua, Hari Suroto.

Pada waktu itu, ujar dia, di kawasan Jayapura terdapat 8.000 pasukan Jepang yang sebagian besar tewas di tangan pasukan Amerika.

Puai terletak di hulu Sungai Jaifuri dan muara sekaligus tanjung di tepi Danau Sentani. Butuh sekitar 1,3 jam dari Sentani dengan mobil melalui Kampung Yoka, Distrik Heram, Kota Jayapura.

Berdasarkan cerita warga setempat, pada April 1944, Kampung Puai pernah diserang pasukan Amerika dari udara. Pasukan Jepang yang bersembunyi di Puai banyak yang tewas. Namun masih ada dua tentara Jepang yang selamat dan bersembunyi di rumah warga.

Dua tentara Jepang itu hanya makan sagu yang dirampas dari penduduk lokal untuk bertahan hidup. Keberadaan dua tentara Jepang ini akhirnya diketahui pasukan Amerika hingga akhirnya terbunuh.

“Akhirnya dua tentara Jepang ini terbunuh, tapi sempat melawan saat akan ditangkap,” katanya.

Kini di Kampung Puai didapatkan tulang-belulang tentara Jepang yang masih berserakan di pekarangan warga.

Pada 2011 hingga 2013, sebagian kerangka tentara Jepang ini dikremasi dan abunya selanjutnya dibawa ke Jepang untuk disemayamkan di Kuil Yasukuni, kuil untuk menghormati korban perang dan pahlawan Jepang dalam Perang Pasifik.

Lebih lanjut, Hari menerangkan selain tulang-tulang manusia karena korban perang, bukti artefak kehadiran pasukan Jepang di Kampung Puay, Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura adalah helm, botol minuman, panci masak lapangan, serta senapan mesin.

Artefak ini ditemukan warga bersamaan dengan tulang-tulang kerangka tentara Jepang.

“Sementara itu pengumpulan kerangka tentara Jepang oleh Iwabuchi, seorang warga Jepang yang kehilangan ayahnya dalam Perang Pasifik, tidak mempedulikan keberadaan artefak-artefak ini,” katanya.

Iwabuchi, kata dia, hanya fokus pada kerangka manusia saja. Sedangkan artefak-artefak itu dikumpulkan warga Puay, bukan untuk disimpan tetapi dijual ke pengumpul besi tua.

“Senapan mesin sempat diselamatkan oleh anggota TNI dan saat ini menjadi koleksi rumah tahanan militer Waena, Distrik Heram, Kota Jayapura,” katanya.

Pengumpulan kerangka Jepang sempat terhenti dari 2014 hingga pertengahan 2019, karena terkendala MoU antara pemerintah Jepang dan Indonesia.

“Namun Juli 2019, MoU repatriasi kerangka tentara Jepang di Papua, sudah diteken antara Dirjen Kebudayaan Kemendikbud dan Kedutaan Besar Jepang untuk Indonesia,” katanya.

Berdasarkan pengalaman repatriasi sebelumnya, Hari mengusulkan agar keberadaan artefak yang ditemukan juga harus diselamatkan.

“Harus didokumentasikan secara baik, selain itu edukasi ke warga agar tidak menjual artefak-artefak yang mereka temukan,” katanya.

Kampung Puay merupakan kampung Bupati Jayapura saat ini yakni Bupati Mathius Awoitauw.

“Keindahan Kampung Puay di muara Danau Sentani, dengan pesona alam yang indah, serta Situs Perang Pasifik, dapat dikembangkan menjadi destinasi wisata di Danau Sentani,” katanya. (*)

Editor: Timo Marten

Related posts

Leave a Reply