Kampanye selamatkan hutan sagu melalui karya seni

Komunitas Seni Rupa Udeido, Ko`Sapa dan Papuansphoto serta masyarakat asli usai kegiatan di kampung Netar, Sentani - Jubi/Agus Pabika.
Komunitas Seni Rupa Udeido, Ko`Sapa dan Papuansphoto serta masyarakat asli usai kegiatan di kampung Netar, Sentani – Jubi/Agus Pabika.

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi– Sejumlah seniman Papua punya cara unik untuk mengkampanyekan gerakan menyelamatkan hutan sagu. Melalui karya seni, para seniman bertekad mengajak masyarakat Papua untuk menjaga lahan sagu di tiap daerah agar terhindar dari kerusakan dan penggusuran atas nama pembangunan. Apalagi mengingat sagu sebagai salah satu pangan lokal Papua yang perlu dilestarikan.

Read More

Ignasius Dicky Takendare, inisiator dan Ketua Komunitas Seni Rupa Udeido mengatakan kegiatan kampanye ini dilakukan bersama seniman Papua dari Komunitas sastra Papua (Ko`Sapa), dan komunitas Papuansphoto. Mereka berkolaborasi menggelar pameran seni rupa properti dan foto tentang hutan sagu di kampung Netar, Sentani.

“Kami seniman dari tiga komunitas hadir bersama masyarakat kampung Netar bersama berkolaborasi membuat satu kampanye penyelamatan hutan sagu dengan cara masing-masing,” kata Dicky.

Kata Dicky setiap komunitas berkampanye dengan gaya masing-masing. Sebut saja Komunitas Udeido, melukis di tempat dimana sagu ditebang dan digusur, sementara komunitas photografer mengambil gambar kerusakan hutan sagu. Komunitas Ko`sapa membuat syair dan pesan moral melalui puisi dan tulisan yang hasil akhirnya akan ditampilkan dalam sebuah eksebisi.

“Kami berkumpul di sini untuk berkarya bersama dan mau melakukan aksi-aksi nyata yaitu bikin karya langsung sendiri lewat realita yang terjadi disini, seniman  punya rasa prihatin terhadap masalah saat ini karena hutan sagu mempunyai makna yang sangat besar bagi kehidupan sehari-hari bagi masyarakat yang tinggal di pinggiran danau Sentani,” kata Dicky.

Kata Dicky, Seniman Papua memandang Hutan sagu  adalah simbol dari segala jenis makna yang berlapis-lapis bagi kehidupan manusia Papua. Jika hutan sagu lenyap, maka keseimbangan alam Papua juga bisa hilang.

“Kasih rusak hutan sagu berarti ko kasih rusak ko pu cucu, kasih rusak hutan sagu berarti ko tidak hargi ko punya leluhur nenek moyang. Dan kami hadir disini kami hanya bikin karya dan karya ini menjadi pesan bagi masyarakat Papua agar menjaga hutan sagu yang ada di seluruh tanah Papua,” kata Dicky.

Sementara itu, Hengky Yeimo kordinator komunitas sastra Papua (Ko`Sapa), menyampaikan terimakasih kepada komunitas seni rupa Udeido dan Papuansphoto yang sudah meluangkan waktu mengekspresikan bakat-bakat setiap pribadi melalui lukisan, photo serta melalui puisi. Menurutnya ini merupakan bagian dari  eksplorasi sastra untuk kampanye perlindungan hutan sagu.

“Ke depan kita tingkatan kolaborasi seperti begini dan kita harus jalan sama-sama untuk bangun Papua dengan cara-cara seperti saat ini, agar Papua kedepannya lebih maju,” kata Yeimo. (*)

Editor: Edho Sinaga

 

Related posts

Leave a Reply