Jokowi perlu tiru cara Gusdur dekati orang Papua

Orang asli Papua
Ilustrasi orang asli Papua - Jubi. Dok

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, JubiAmnesty Internasional atau AI berpandangan Presiden Joko Widodo atau Jokowi perlu meniru cara Abdul Rahman Wahid atau Gusdur dalam melakukan pendekatan terhadap orang Papua.

Direktur Amnesty Internasional, Usman Hamid, mengatakan Presiden ke-4 Republik Indonesia (RI), Gusdur, melakukan pendekatan dengan cara berdialog, menghormati para tokoh di provinsi tertimur Indonesia itu.

Read More

Menurutnya, penggunaan senjata dalam konflik terbukti tidak dapat menyelesaikan masalah. Tidak hanya di Papua, situasi serupa pernah terjadi di Aceh dan Timor Timur (Timtim) atau kini negara Timor Leste.

“Konflik tidak akan pernah selesai dengan senjata. Hanya menyebabkan jatuh korban di masyarakat dan aparat. Sudah terbukti pula pendekatan politik, itu lebih efektif. Misalnya pembebasan tahanan politik,” kata Usman Hamid kepada Jubi melalui panggilan teleponnya, akhir pekan kemarin.

Katanya, pembebasan tahanan politik atau tapol pernah dilakukan para Presiden RI sebelum Jokowi. Misalnya Soekarno, Soeharto pada 1977 di Timtim, meski sejumlah orang di sana kembali dipenjarakan.

Presiden ke-3 Indonesia, BJ Habibie, melakukan hal serupa pada 1998, Gusdur pada 1999 hingga 2001, dan pada era Susilo Bambang Yudhoyono, ia membebaskan tapol di Aceh.

Usman Hamid mengatakan pembebasan tahanan politik akan menimbulkan kepercayaan dari pihak yang dianggap memberontak.

Begitu juga pendekatan damai melalui dialog, untuk membuat kesepahaman terbukti dapat menghentikan konflik dan kekerasan.

“Misalnya di Aceh. Begitu juga di Timtim. Suka tidak suka apa yang terjadi di sana (Timtim), setidaknya menghentikan pertumpahan darah yang dulu dibayangkan akan terjadi dalam konflik bersenjata. Sekarang tinggal Papua,” ujarnya.

Namun yang terjadi selama ini, lanjut Usman, orang Papua selalu dianggap separatis dan direndahkan. Cara pandangan nasionalisme dan ideologi yang sempit itu perlu diubah dalam praktik bernegara.

“Ini memang perlu seorang negarawan. Perlu seorang Habibie, seorang Gusdur. Ini yang kita belum punya. Apakah bisa? Ya bisa asal ada kemauan,” ucapnya.

Ia berpendapat Jokowi bisa melakukan apa yang dilakukan Habibie dan Gusdur pada masa pemerintahan keduanya.

Sebab Jokowi sudah mulai melakukan pembebasan tahanan politik pada 2015. Ia juga bukan pemimpin militer pada masa Orde Baru.

“Akan tetapi pembebasan tahanan politik tidak boleh berhenti. Harus dilanjutkan, karena masih ada yang dipenjara meskipun perlahan mereka dibebaskan, karena sudah menjalani hukuman dan lain sebagainya,” kata Usman Hamid.

Baca juga: Amnesty Internasional: Melihat Papua mesti secara konstitusional

Wakil Ketua I DPRP, Yunus Wonda, mengatakan juga mengatakan penyelesaian konflik dengan senjata, bukan solusi tepat.

Kebijakan itu justru menyababkan makin bertambahnya korban dari warga sipil, aparat keamanan, dan kelompok yang selama ini menyatakan sebagai pejuang kemerdekaan Papua.

“Selama ini kami bicara penarikan pasukan dan selalu disalahtafsirkan, bukan berarti tidak ada lagi pasukan, namun bagaimana mengembalikan fungsi koramil dan polres. Tidak lagi harus mendatangkan dari luar. Apalagi pasukan non organik,” kata Wonda.

Menurutnya, mesti ada langkah tepat yang diambil pemerintah pusat. Sebab pendekatan keamanan justru semakin membuat situasi tidak menentu.

“Rakyat merasa tidak aman, merasa khawatir, dan tidak bebas lagi di atas tanahnya,” ucapnya. (*)

Editor: Dewi Wulandari

Related posts

Leave a Reply