Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM Perwakilan Papua menyampaikan empat butir rekomendasi bagi sejumlah pihak yang terkait dengan kasus pelarian sepuluh narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA atau Lapas Abepura pada 24 April lalu. Rekomendasi itu merupakan hasil investigasi Komnas HAM Papua atas kasus pelarian sepuluh narapidana berikut kasus meninggalnya dua orang narapidana yang tertangkap lagi, yaitu Maikel Ilintamon dan Selyus Logo.
Sejumlah empat rekomendasi itu disampaikan Kepala Kantor Komnas HAM Perwakilan Papua, Frits Ramandey dalam keterangan persnya di Kota Jayapura, Rabu (19/6/2019). Komnas HAM Perwakilan Papua merekomendasikan Kepala Kepolisian Resor (Polres) Jayapura Kota untuk menyelidiki dan mengungkap kasus kematian Maikel Ilintamon dan Selyus Logo.
Komnas HAM Perwakilan Papua meminta Polres Jayapura memeriksa kembali para saksi dalam investigasi mereka. “Selain sipir dan pihak terkait lain, ada saksi di luar lapas yang bisa dimintai keterangan. Termasuk tujuh napi yang berhasil ditangkap kembali. Mereka bisa menjadi sumber informasi dalam penyelidikan,” kata Ramandey.
Di antara para saksi Komnas HAM Perwakilan Papua itu, terdapat sejumlah warga yang ikut menjadi korban dari amuk massa yang mengejar dan menganiaya para narapidana yang melarikan diri. Rumah sejumlah saksi dirusak oleh massa saat akan menangkap napi yang bersembunyi.
Komnas HAM Perwakilan Papua juga meminta semua saksi dan pihak yang mengetahui peristiwa itu mendukung upaya pengungkapan oleh polisi.“Ada salah satu narapidana mengancam [saksi] karena dia mau bersembunyi. Kami minta pihak lain membantu memberi informasi,” ujarnya.
Ramandey juga menyatakan rekomendasi kepada Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Hukum dan HAM Provinsi Papua untuk memeriksa Kepala Lapas Abepura dan semua petugas yang berjaga pada hari kaburnya kesepuluh narapidana itu.“Hasilnya harus diumumkan. Bagaimana SOP-nya agar pengunjung, petugas lapas, dan publik tahu supaya ada dukungan moril. Jangan hanya petugas lapas yang tahu SOP-nya,” ucapnya.
Komnas HAM Perwakilan Papua juga meminta Kakanwil Hukum dan HAM Provinsi Papua mengevaluasi dan membenahi penerapan sistem dan standar HAM terhadap tahanan di lapas. Ramandey menegaskan seseorang yang menjadi narapidana tidak serta merta kehilangan hak asasi dan martabatnya sebagai manusia, dan berhak untuk dilindungi keselamatannya.
“Ini bukan hanya di lapas Abepura, juga lapas lain di Papua yang kasusnya mirip. Namun kami mengapresiasi Kepala Lapas Abepura. Meskipun pada saat peristiwa pelarian sepuluh narapidana pada 24 April lalu ia tidak berada di Lapas Abepura, Kepala Lapas Abepura memberikan akses kepada tim Komnas HAM melakukan reposisi dan rekonstruksi,” katanya.
Komnas HAM Perwakilan Papua akan mengirim hasil investigasi dan rekomendasi tersebut ke Polres Jayapura Kota, dengan tembusan kepada Kepolisian Daerah Papua. Rekomendasi yang sama juga akan dikirimkan kepada Kanwil Hukum dan HAM Papua, dengan tembusan kepada Kementerian Hukum dan HAM serta Lapas Abepura. Laporan yang sama juga akan diteruskan kepada Komnas HAM di Jakarta.
Bagian Pengaduan Komnas HAM Papua, Melchior S Waruin mengatakan, pembenahan sistem mesti dilakukan di Lapas Abepura karena sudah sudah sering terjadi kasus kaburnya napi. “Misalnya gedung, pengamanan dan lainnya. Bagian dalam lapas yang selalu diincar napi untuk kabur, mesti dibenahi sehingga napi tidak berpeluang melakukan pelarian lagi,” kata Melchior S Waruin. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G