Papua No. 1 News Portal | Jubi
Makassar, Jubi – Serikat Buruh Orang Asli Papua atau OAP menilai kehadiran investor di tanah Papua belum mampu menciptakan lapangan kerja memadai untuk warga asli setempat.
Pernyataan itu dikatakan Ketua Umum Federasi Serikat Buruh Demokrasi Seluruh Orang Asli Papua (FSBDSOAP), Kope Wenda melalui panggilan teleponnya, Jumat (7/8/2020).
Menurutnya, karena minimnya peluang kerja di sektor swasta menyebabkan sebagian besar generasi muda Papua yang telah menyelesaikan studinya di berbagai perguruan tinggi hanya berharap menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN)
“Misalnya di Kabupaten Jayapura, dan wilayah Selatan Papua. Ada perkebunan kelapa sawit. Tapi pabrik pengolaan menjadi minyak goreng ada di Pulau Jawa. Kalau saja pabrik itu di Papua, dapat menyerap banyak tenaga kerja,” kata Kope Wenda.
Menurutnya, begitu juga dengan investasi dalam bidang lain di wilayah Papua dan Papua Barat. Pengambilan bahan bakunya berada di dua provinsi itu, namun proses pengolaannya di daerah lain.
Ia berharap, ke depan pemerintah daerah dan investor dapat bekerjasama memikirkan bagaimana membuka peluang lapangan kerja yang luas di tanah Papua.
Dengan begitu, dapat menyerap banyak tenaga kerja dengan memprioritaskan orang asli Papua sesuai kemampuannya masing-masing.
“Dengan adanya lapangan kerja memadai, dapat menyerap banyak tenaga kerja dan mengurangi penangguran di kalangan orang asli Papua,” ujarnya.
Dalam sebuah diskusi daring awal pekan ini, Sekretaris Daerah atau Sekda Kota Jayapura, Papua, Frans Pekey mengatakan mengubah mainset orang asli Papua memang bukan hal mudah. Begitu banyak aspek dan faktor yang berkorelasi satu dengan lainnya.
Katanya, ada beberapa faktor yang menyebabkan mengapa orang asli Papua memilih ASN, dibanding bidang lain.
Faktor itu di antaranya, hingga kini investasi di Papua masih minim sehingga belum menghadirkan lapangan pekerjaan yang luas.
“Adapun [investasi] dalam skala terbatas. Misalnya PT Freeport, itukan aturannya lain. Sangat terbatas sehingga hanya ASN yang bisa diandalkan anak Papua,” kata Frans Pekey.
Selain itu menurutnya, ada mindset negatif dari berbagai pihak saat orang Papua membuka peluang usaha. Akibatnya, mereka terbentur modal dan fasilitas.
“Akses ke perbankan sangat terbatas. Misalnya ada stigma nanti dia tidak mampu mengembalikan modalnya dan stigma negatif lainnya. Ini membuat semangat berwiraswasta itu kendor. Ini yang juga berpengaruh,” ujarnya. (*)
Editor: Edho Sinaga