Papua No.1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Ketua DPR Papua, Jhony Banua Rouw mengatakan integrasi Kartu Papua Sehat atau KPS ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, tak boleh menghilangkan hak orang asli Papua (OAP) dalam KPS. Menurutnya, jika diintegrasikan ke BPJS Kesehatan sebanyak 12 komponen yang ditanggung KPS selama ini, tidak akan diakomodir BPJS Kesehatan.
“Misalnya, selama ini kalau ada orang asli Papua [di pedalaman] sakit dan dirujuk ke rumah sakit, biaya transportasi ditanggung KPS. Jika ada pasien orang asli Papua meninggal, peti jenazah ditanggung KPS, di BPJS Kesehatan tidak,” kata Jhony Banua Rouw, Selasa (2/2/2021).
Selain itu, selama ini ketika orang asli Papua berobat ke rumah sakit ia tetap dilayani meski belum memiliki KPS. Akan tetapi BPJS Kesehatan hanya melayani pasien yang memiliki kartu BPJS Kesehatan.
Namun syarat terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan, mesti memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Nasional.
“Di Papua, masih banyak warga tidak punya KTP Nasional. Makanya kemarin (Senin, 1/2/2021), kami mengadakan pertemuan dengan Dinas Kesehatan dan BPJS membicarakan integrasi KPS ke BJPS. Mencari solusi bersama,” ujarnya.
Katanya, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau APBD Papua tahun anggaran 2021, tidak ada lagi dana Jaminan Kesehatan Masyarakat Papua (Jamkespa).
Program itulah yang selama ini membackup pembayaran KPS, agar orang asli Papua dapat berobat gratis di rumah sakit.
“Mesti diantisipasi. Kami minta BPJS Kesehatan memberi ruang. Apakah namanya BPJS Kesehatan Khusus Papua. Saya tawarkan bikin saja BPJS Kesehatan Plus atau BPJS Kesehatan Otsus. Backup itu [item dalam KPS]. Uangnya dari kita. [Akan tetapi] kami akan bicarakan bersama kembali [pada pertemuan berikut,” ucapnya.
Ia menambahkan, semangat pemerintah pusat menyamakan semua daerah dalam layanan kesehatan, mesti menjadi perhatian para pihak.
“Tidak boleh kita menyamakan layanan kesehatan atau jaminan kesehatan di Papua dengan daerah lain. Kenapa? Karena di Papua tingkat kesulitannya tinggi, faktor budaya juga beda, dan pola hidup kita beda,” katanya. (*)
Editor: Edho Sinaga