Insiden Mamberamo Raya, lemahnya sinergitas TNI/Polri di tingkat bawah

Prosesi pemakaman Briptu Marcelino Rumaikewi, salah satu korban insiden di Mamberamo Raya - Jubi. Dok
Prosesi pemakaman Briptu Marcelino Rumaikewi, salah satu korban insiden di Mamberamo Raya – Jubi. Dok

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Makassar, Jubi – Komisi Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM perwakilan Papua menyatakan, insiden kericuhan yang melibatkan oknum anggota TNI dan Polri di Kabupaten Mamberamo Raya, Papua menggambarkan lemahnya sinergitas anggota TNI/Polri di tingkat bawah.

Read More

Kepala Kantor Komnas HAM perwakilan Papua, Frits Ramandey mengatakan kejadian pada 12 April 2020, yang menewaskan tiga anggota Polri dan melukai dua polisi lainnya menciderai sinergitas TNI/Polri sebagai kekuatan pertahanan keamanan, ketertiban, dan pengayom masyarakat.

Pernyataan itu dikatakan Frits Ramandey melalui panggilan teleponnya kepada Jubi, Senin (20/4/2020).

“Ini juga menggambarkan, satuan tugas di bawah tidak mampu menterjemahkan sinergitas pimpinan TNI/Polri di Papua. Padahal, Pangdam dan Kapolda Papua selalu bersinergi menangani kasus-kasus di Papua,” kata Ramandey.

Komnas HAM perwakilan Papua telah menerima pengaduan dari keluarga salah satu korban tewas dalam insiden di Mamberamo Raya.

Keluarga korban meminta Komnas HAM perwakilan Papua melakukan investigasi, memastikan proses hukum terhadap pelaku, dan menjembatani komunikasi antara pihak keluarga dengan Pangdam serta Kapolda Papua.

Akan tetapi, Komnas HAM perwakilan Papua belum bisa melakukan investigasi langsung ke lokasi, karena kini di Papua diberlakukan pembatasan akses antara daerah, sebagai upaya pencegahan penyebaran Covid-19.

Meski begitu menurut Ramandey, pihaknya telah koordinasi dengan Pangdam dan Kapolda Papua, sebagai reapons terhadap pengaduan yang diterima.

Komnas HAM perwakilan Papua juga telah mengumpulkan berbagai informasi terkait insiden itu.

“Kami segera mengirim surat kepada Pangdam agar mengizinkan kami memintai keterangan beberapa anggota Satgas [TNI] yang terlibat langsung kronologi awal. Kami sudah mintai keterangan dua anggota polisi korban luka,” ujarnya.

Kata Ramandey, jika melihat kronologis awal insiden itu, ada kejanggalan. Insiden terjadi bermula dari adu mulut seorang polisi dengan tukang ojek. Ramandey mempertanyakan, siapa sebenarnya tukang ojek tersebut.

“Apakah dia TNI, keluarga anggota Satgas ataukah dia ini agen. Penting kami bertemu dengan anggota Satgas dan tukang ojek itu. Ini peristiwa pidana, sehingga setelah palaku diproses di Pengadilan Militer, mesti dilanjutkan di pengadilan umum karena ini tindakan pidana,” ucapnya.

Anggota komisi bidang hukum, HAM dan keamanan DPR Papua, Emus Gwijangge juga mempertanyakan siapa sebenarnya oknum tukang ojek yang disebut melapor kepada oknum TNI di Pos Satuan Tugas atau Satgas Yonif 755/Yelet.

Akibat laporan oknum tukang ojek itu, memicu keributan antara oknum TNI dan anggota Polres Mamberamo Raya.

“Kronologis kejadian ini mesti dipastikan. Kalau disebut pemicunya gara-gara masalah dengan tukang ojek, ini jadi pertanyaan tukang ojek itu siapa?  Apakah dia ada jaringan, kenapa langsung melapor ke anggota TNI di Pos Yonif 755/Yalet, atau apa,” kata Emus Gwijangge.

Menurutnya, oknum tukang ojek yang diduga terlibat adu mulut dengan seorang oknum polisi beberapa hari sebelum kejadian, mesti dimintai keterangan.

Ini untuk memastikan apakah oknum tukang ojek itu yang melapor langsung kepada Pos Satgas Yonif 755/Yalet, ataukah rekannya sesama tukang ojek.

“Kalau dia yang melapor langsung, apa alasannya. Apakah dia ada hubungan dengan anggota Pos Satgas Yonif/755 atau seperti apa. Mengapa ia mesti melapor ke pihak TNI, bukan ke Polres Mamberamo Raya, karena ia terlibat adu mulut dengan polisi,” ujarnya. (*)

Editor: Edho Sinaga

 

Related posts

Leave a Reply