Papua No. 1 News Portal | Jubi ,

Nabire, Jubi – Koordinator pendamping dana desa Kabupaten Nabire, Jhon Kristianus Iyai, mengatakan kendala yang dihadapi dalam proses pendampingan dan pengawalan dana desa di Nabire adalah letak geografis dan rendahnya tingkat pendidikan aparat kampung.

“Kendala yang kita temui adalah selain kondisi geografis Nabire yang cukup sulit, juga masih ada aparat kampung yang rendah tingkat pendidikan sehingga pemahamannya juga masih sedikit kurang,” ujar Jhon Iyai, di Nabire, Kamis (20/12/2018).

Untuk letak geografis, kata Iyai, dengan letak geografis dimana Kabupaten Nabire berada di pesisir, pegunungan, serta daerah rata maka dibagi menjadi 3-S yakni Sulit, Sangat Sulit, dan Sulit Sekali, serta daerah normal.

Daerah sulit seperti Distrik Kepulauwan Moora dan Distrik Yaro, dengan jarak jangkauannya cukup jauh. Daerah sangat sulit seperti Distrik Wapoga dan Distrik Teluk Umar yang jangkauannya harus menggunakan speedboat dan menghitung ombak untuk sampai di tujuan.

“Sementara untuk Distrik Dipa dan Dsitrik Menou yang berada di daerah pengunungan masuk daeran sulit sekali, sebab tidak ada moda transportasi lain selain harus menggunakan helikopter,” terang Iyai.

Sehingga, menurutnya, perlu adanya subsidi dari pemerintah untuk kampung-kampung yang jauh agar ada penekanan harga. Misalnya jika ke Dipa Menou dengan menggunakan helikopter dengan ongkos yan sangat mahal, bisa dapat meringankan, mungkin bisa setengah harga, karena untuk sekali terbang bisa mencapai Rp 35 juta hingga Ro 40 juta.

“Biaya yang dikeluarkan sangat besar dan tidak sebanding dengan pembangunan yang dilakukan sebab habisnya di transportasi,” jelasnya.

Terkait aparat kampung, Jhon mengatakan rendahnya tingkat pendidikan dan pemahaman serta terbatasnya kemampuan disebabkan rata-rata hanya berpendidikan SD dan SMP. Tingkat pemahamannyapun sedikit kurang. Padahal tugas pendamping hanya mendampingi.

“Jadi, kita mengalami kendala dalam proses, misalnya pembuatan Anggaran Pendapatan Belanja Kampung (APBK), dalam hal komunikasi serta pembuatan laporan pertanggungjawaban juga ada kendala,” katanya.

Iyai berharap tahun 2019 nanti semua pihak perlu bergandeng tangan dalam proses penyaluran dana desa. Mengingat ada program Pansimas dari Dinas PU dan Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD).

“Mari kita bergangdengan tangan sehingga di tahun depan membawa satu perubahan buat Kabuaten Nabire dan visi misi dana desa dapat terealisasi, maju, mandiri, dan sejahtera,” harapnya.

Di tempat yang sama, Pendamping Distrik Kepulauan Moora, Paulina Sayori, menambahkan kendala ditemui saat bertugas adalah adanya banyak perubahan dengan semakin besarnya jumlah dana yang akan diturunkan.

“Ini masalah sebab, prosesnya bagaimana untuk mengubah pola pikir masyarakat, karena kegiatan harus dilaksakanan, sementara kemampuan para pelaku di tingkat kampung SDM-nya rendah,” katanya.

Maka yang harus dibenahi, menurut Paulina, adalah bagaimana caranya harus ada pelatihan peningkatan kapasitas lembaga kampung. Sebab ada aparat kampung yang belum memahami tupoksinya. Padahal mereka sebenarnya siap untuk bekerja, tetapi belum memahami apa yang harus kerjakan.

Juga terkadang masyarakat bingung, karena mereka masih awan, tidak pernah mempunyai uang dalam jumlah begitu banyak. Setelah uangnya turun, terkadang mengakibatkan masalah.

“Itu kendala yang kami hadapi dan harus dibenahi sebab ada faktor-faktor tertentu yang harus dipahami. Misalnya, sebelum adanya dana, keadaan di kampung selalu damai. Setalah turun dana, ada kecemburuan sosial di kampung. Padahal hadirnya dana desa untuk suatu perubahan, ada pembangunan yang dilaksanakan,” katanya.

Keduanya berharap ke depannya agar pelatihan peningkatan kapasitas sebagai aparat kampung. Agar dalam proses pengelolaan dan pendampingan serta penyaluran dana desa dapat berjalan lebih baik lagi. (*)

Leave a Reply