“Di sisi lain ketersediaan tenaga kesehatan seperti dokter umum, bidan, perawat, apoteker, dan tenaga psikososial masih sangat dibutuhkan di Maluku,”
Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jakarta, Jubi – Pelayanan kesehatan bagi korban gempa di Maluku terkendala persebaran penyintas sehingga petugas kesehatan kesulitan menjangkau korban gempa yang tersebar tidak dalam kelompok-kelompok besar.
“Di sisi lain ketersediaan tenaga kesehatan seperti dokter umum, bidan, perawat, apoteker, dan tenaga psikososial masih sangat dibutuhkan di Maluku,” kata Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo Senin, (7/10/2019).
Berita terkait : Pemuda pemudi Maluku di Nabire galang dana untuk korban gempa Ambon
Ahli sebut gempa Ambon berbeda dengan sebelumnya
Korban meninggal gempa Ambon mencapai 34 orang
Agus menjelaskan penanganan darurat di sektor kesehatan tidak hanya mencakup pelayanan medis, tetapi memastikan pemenuhan gizi pada kelompok rentan, pemantauan kesehatan reproduksi, penyaluran obat-obatan, dan pencegahan serta pengendalian penyakit.
Masalah sebaran penyintas gempa Maluku juga menyulitkan personel penanganan darurat lain yang bertugas di kabupaten/kota terdampak dalam memberikan pelayanan.
“Penanganan darurat juga dilakukan lintas sektor seperti pendidikan, penanganan dan pelindungan penyintas, ekonomi, sarana dan prasarana, serta logistik,” kata Agus menambahkan.
BNPB masih mendampingi pemerintah daerah setempat menangani dampak gempa di Maluku serta memastikan pelayanan kepada warga terdampak berjalan dengan baik.
Gempa Maluku dengan magnitudo 6,5 terjadi di 40 kilometer Timur Laut Ambon, Maluku, pada 26 September.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), hingga Senin pagi pukul 03.00 WIB sudah terjadi 1.149 gempa susulan setelah gempa utama pada 26 September.
Masa tanggap darurat penanganan dampak gempa itu akan berakhir Rabu (9/10). Pemerintah Provinsi Maluku berencana memperpanjang masa tanggap darurat pasca-gempa. (*)
Editor : Edi Faisol