Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jakarta, Jubi – Beberapa anggota parlemen AS mengatakan Presiden Donald Trump harus didiskualifikasi dari jabatan politik setelah pemakzulan pada hari Rabu, (13/1/2021). Pemakjulan terhadap Trum ooleh senat AS terkait tudingan menghasut massa yang menyerbu Capitol AS ketika anggota parlemen mengesahkan kemenangan Presiden terpilih Joe Biden.
Pada Rabu DPR AS telah memakzulkan Trump, Senat akan mengadakan persidangan tentang apakah akan memecatnya dan mungkin melarangnya mencalonkan diri lagi sebagai presiden di masa depan.
Pakar hukum mengatakan diskualifikasi dapat dilakukan melalui proses pemakzulan atau Amendemen ke-14 Konstitusi AS.
Konstitusi AS menyatakan bahwa ada dua cara untuk menghukum pejabat yang dimakzulkan berupa pencopotan dari jabatan atau diskualifikasi untuk memegang jabatan kehormatan, kepercayaan, atau keuntungan apa pun di bawah Amerika Serikat.
Baca juga : Senat AS bebaskan Trump dari pemakzulan
Catatkan sejarah, Trump presiden AS pertama yang dua kali akan dimakzulkan
Gedung Putih menolak hadir dengar pendapat pemakzulan Trump
Meski Trump kemungkinan akan berdebat di persidangan bahwa pernyataannya adalah kebebasan berbicara yang dilindungi oleh Amendemen Pertama Konstitusi dan bahwa, sementara dia mengatakan kepada para pendukung untuk “melawan”, dia tidak bermaksud itu sebagai seruan literal untuk kekerasan.
Selain itu, dampak pemakjulan bisa berlaku pencopotan seorang pejabat membutuhkan vonis oleh dua pertiga Senat mayoritas di bawah Konstitusi. Di bawah preseden, hanya mayoritas sederhana yang dibutuhkan untuk diskualifikasi. Secara historis, pemungutan suara itu hanya terjadi setelah adanya hukuman.
Tercatat tiga pejabat federal dalam sejarah AS telah didiskualifikasi melalui proses pemakzulan. Ketiganya adalah hakim federal. Baru-baru ini, pada tahun 2010 Senat mencopot dan mendiskualifikasi seorang hakim Louisiana yang terlibat korupsi dari jabatannya di masa depan.
“Ada beberapa perdebatan tentang ruang lingkup klausul diskualifikasi dan apakah itu berlaku untuk kepresidenan,” kata seorang profesor hukum di Michigan State University, Brian Kalt.
Menganalisis dokumen sejarah, beberapa ahli hukum mengatakan para pendiri tidak bermaksud agar presiden dianggap sebagai “jabatan” di bawah klausul diskualifikasi, sementara yang lain berpendapat bahwa istilah tersebut berlaku. (*)
Editor : Edi Faisol