Ini catatan buruk Jokowi dalam penyelesaian kasus HAM di Tanah Papua

Papua
Ilustrasi demonstrasi mahasiswa menuntut penyelesaian pelanggaran HAM di Papua - Jubi. Dok

Papua No.1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Pekerja Hak Asasi Manusia atau HAM Papua, Latifah Anum Siregar mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memiliki catatan buruk dalam penyelesaian kasus dugaan pelanggaran HAM di Papua.

Pernyataan itu dikatakan Direktur Aliansi Demokrasi untuk Papua (AlDP) tersebut berkaitan dengan peringatan hari HAM sedunia, 10 Desember 2020. Ia mengatakan, pada periode pertama Jokowi menjabat sebagai kepala negara, Komnas HAM menuntas penyelidikan dua kasus dugaan pelanggaran HAM, yakni kasus Wamena dan Wasior di Papua Barat.

Read More

Kedua kasus ini terjadi sebelum era pemerintahan Jokowi. Komas juga telah menyelesaikan penyelidikan kasus Paniai berdarah, yang terjadi pada 8 Desember 2014, atau pada periode pertama Presiden Jokowi. Menurut Anum, ketika itu Jokowi berjanji akan menyelesaikan beberapa kasus dugaan pelanggaran HAM itu. Akan tetapi, hingga kini tak kunjung ada penyelesaian.

Katanya, justru memasuki periode kedua pemerintahan Jokowi terjadi banyak tragedi kemanusiaan, terutama pada tahun ini.

“Ini menambah catatan buruk bagaimana pemerintah menyelesaikan kasus dugaan pelanggaran HAM di Papua. Periode pertama kasus Wamena dan Wasior tidak diselesaikan ditambah kasus Paniai yang terjadi di zaman pemerintahan Jokowi, ditambah berbagai kasus baru,” kata Anum Siregar melalui panggilan teleponnya, Kamis (10/12/2020).

Ia mengatakan, patut diduga pemerintah tidak berkomitmen, dan atau tak memiliki itikad baik yang sungguh menyelesaikan kasus pelanggaran HAM di Papua. Katanya, pemerintah seringkali menyatakan akan menyelesaikan kasus pelanggaran HAM. Pernyataan itu tidak hanya disampaikan di dalam negeri, juga oleh perwakilan Pemerintah Indonesia dalam berbagai forum Perserikatan Bangsa Bangsa.

Akan tetapi Anum menilai, pernyataan itu hanya komoditi politik. Mencegah ekstralisasi isu Papua di kancah internasional. Di tingkatan lokal, hal itu dianggap sebagai cara pemerintah membujuk orang Papua untuk kepentingan agenda pembangunan di Papua.

“Tetapi belum sungguh sungguh menyelesaikan kasus pelangaran HAM di Papua. Kita melihat sejauh inikan pemerintah tidak berusaha untuk menyelesaikannya,” ucap Anum.

Sementara itu, anggota komisi bidang politik, hukum dan HAM DPR Papua, Laurenzus Kadepa mengatakan Komnas HAM telah menetapkan kasus Paniai sebagai pelanggaran HAM berat. Ini dinilai langkah maju.

Akan tetapi sudah dua kali Kejaksaan Agung mengembalikan berkas kasus itu ke Komnas HAM dengan alasan belum memenuhi syarat formil dan meteriil.

“Niat baik Komnas HAM tidak dijemput oleh penguasa, pemerintah. Disayangkan Kejagung beberapa kali mengembalikan berkasnya kepada Komnas HAM. Itu pertanda rezim ini, pemerintahan ini tidak peka terhadap persoalan HAM,” kata Kadepa.

Ia berharap, pemerintah dapat bekerjasama dengan Komnas HAM, dan saling percaya dalam upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM.

“Pada hari peringatan HAM sedunia ini, saya apresiasi Komnas HAM dan semua pegiat HAM lokal di Papua, nasional dan internasional yang masih melihat atau peduli pada persoalan HAM di Papua,” ucapnya. (*)

Editor : Edho Sinaga

Related posts

Leave a Reply