Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Wakil Bupati Nduga, Papua, Wentius Nimiangge mengatakan, konflik berkepanjangan di Nduga yang mengorbankan warga sipil, merupakan alasan utama pengunduran dirinya dari jabatan.
Pernyataan itu dikatakan Wentius Nimiangge ketika dihubungi Jubi melalui telepon selulernya, Jumat (27/12/2019).
Menurut Wentius Nimiangge, pengunduran diri dari jabatan yang dilakukan dihadapan ribuan masyarakat Nduga beberapa hari lalu, bukan merupakan bentuk manuver politik dan lainnya.
Akan tetapi sikap tersebut diambil karena hingga kini warga Nduga terus menjadi korban.
Sejak Desember 2018 hingga kini, konflik antara kelompok bersenjata yang mengklaim sebagai Organisasi Papua Merdeka atau OPM dengan aparat keamanan terjadi di Nduga. Sejumlah warga sipil menjadi korban dalam konflik kedua pihak.
Kata Nimiangge, pada Desember tahun ini, warga empat kampung di Nduga genap setahun mengungsi ke berbagai kabupaten terdekat. Mereka belum kembali ke kampung halamannya karena khawatir menjadi korban salah sasaran.
“Betul saya bicara (mundur dari jabatan). Ini pembunuhan terus terjadi di daerah terus. Ini susasana Natal, tapi kita urus mayat terus. Kemanusiannya taruh di mana. Secara manusia, saya sakit hati,” kata Wentius Nimiangge.
Pada suasana Natal seperti sekarang ini lanjut Nimiangge, pihaknya berharap masyarakat Nduga juga dapat bersukacita berkumpul bersama keluarganya merayakan Natal. Akan tetapi harapan itu tidak terwujud. Justru sebaliknya ini merupakan tahun kedua warga Nduga tidak merayakan Natal.
“Secara manusia, saya sakit hati. Sudah dua kali Natal masyarakat Nduga tidak merayakan Natal. Natal gelap di Nduga. Jabatan itu masyarakat punya. Rakyat punya. Bukan wakil (saya) punya,” ujarnya.
Nimiangge sudah memendam kekecewaannya sejak berbulan-bulan karena para pengambil kebijakan ditataran lebih tinggi tak mampu membantu penyelesaian masalah Nduga.
Puncak kekecewaannya terjadi ketika sopir bernama Hendrik Lokbere ditembak mati orang tak dikenal pada 20 Desember 2019.
Ketika itu, korban membantu persiapan perayaan Natal bersama. Sebelum ditembak, korban beberapa kali pulang pergi dari Kenyam, ibu kota Kabupaten Nduga ke Batas Batu, wilayah perbatasan dengan kabupaten terdekat.
“Sopirnya saya dibunuh. Sopir ini biasa melayani masyarakat. Membantu kami untuk kepentingan umum maupun pribadi, tapi ditembak. Dia bunuh karena mungkin dia keluar masuk (Kenyam) mengantar masyarakat, membantu mengangkut kayu untuk bakar batu, sehingga mungkin dicap seperti apa,” ucapnya.
Kata Nimiangge, lebih baik ia menghidupi keluarganya dengan pekerjaan lain, daripada dari hasil sebagai pejabat di daerah yang warganya kini dilanda ketidaknyamanan dan ketakutan.
“Bupati dan wakil bupati itu ada karena rakyat. Kalau kita tidak pahami ini baru hanya mau duduk manis di kursi empuk, lupa rakyatnya, itu tidak adil. Ini yang menurut saya tidak baik,” katanya.
Sementara itu, anggota DPR Papua, Laurenzus Kadepa mengatakan sikap wabup Nduga tersebut merupakan bentuk kepedulian seorang pemimpin terhadap situasi yang dialami masyarakatnya.
“Ini menandakan wakil bupati Nduga memiliki hati melihat kondisi masyarakatnya. Beliau tidak mau rakyatnya terus menjadi korban akibat konflik antara TPN OPM dengan aparat keamanan,” kata Kadepa.
Selain itu menurut Kadepa, sikap Wabup Nduga itu juga merupakan bentuk protes terhadap kebijakan negara yang melakukan pendekatan keamanan dalam menyelesaikan masalah Nduga.
Katanya, pemerintah pusat terus mengirim aparat keamanan ke Nduga. Akibatnya, warga Nduga mengungsi karena khawatir menjadi korban salah sasaran. (*)
Editor: Edho Sinaga