Komnas HAM didesak nonaktifkan Frits Ramandey

papua
Yan Christian Warinussy, Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari. Papua Barat. (Jubi/Hans Arnold Kapisa)
Yan Christian Warinussy, Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari. (Jubi/Hans Arnold Kapisa)

Dinilai merendahkan martabat manusia serta merendahkan HAM korban penembakan di Kali Kabur Mile 34 Tembagapura-Timika

Papua No.1 News Portal | Jubi

Read More

Jayapura, Jubi – Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum Manokwari, Yan Christian Warinussy mendesak Pimpinan Komnas HAM menonaktifkan Kepala Perwakilan Komnas HAM di Papua Frits Ramandey, yang dinilai merendahkan martabat manusia serta merendahkan HAM korban penembakan di Kali Kabur Mile 34 Tembagapura-Timika.

“Saya mendesak Pimpinan Komnas HAM di Jakarta agar menon-aktifkan saudara Frits Ramandey, karena memberi pernyataan tanpa dasar fakta hukum dan investigasi HAM sebagaimana dimaksud dalam aturan perundang-undangan yang berlaku,” kata Yan Christian Warinussy belum lama ini.

Baca juga : Keluarga korban pelanggaran HAM Nduga sayangkan Mahfud MD

Kasus Paniai ditetapkan sebagai pelanggaran HAM berat

BP Indonesia harus berupaya cegah pelanggaran HAM

Pernyataan Ramandey yang dianggap merendahkan itu telah dimuat di Surat Kabar Harian (SKH)  Kompas, edisi Kamis 16 April 2020 halaman 15, kolom 1-5, baris pertama, dengan judul berita Komnas Duga Ada Kecerobohan. Dalam pernyataan,  Ramandey sebagai Kepala perwakilan Komnas HAM menyebut insiden penembakan yang diduga dilakukan prajurit TNI dan menewaskan dua warga sipil di Papua sebagai tindakan ceroboh dan mencederai HAM.

Yan Christian Warinussy menilai pernyataan Ramandey tersebut jelas tidak tepat dan tidak proporsional serta memiliki indikasi menihilkan dugaan Pelanggaran HAM Berat dalam peristiwa Kali Kabur Mile 34 tersebut. “Padahal Komnas HAM sendiri belum memulai langkah apapun untuk menginvestigasi dugaan Pelanggaran HAM Berat tersebut,” kata Warinussy menambahkan.

Ia mengacu undang-undang nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM Berat pada pasal 7 dan pasal 9 jelas-jelas terindikasi kuat sebagai indikator berupa fakta jika dalam peristiwa tersebut kedua warga sipil tersebut dibunuh akibat tindakan penembakan yang diduga kuat dilakukan oleh oknum prajurit TNI.

“Sehingga dari awal saya dan sejumlah Pembela dan aktivis HAM mendesak Komnas HAM segera melakukan penyelidikan (investigasi) sesuai kewenangannya di dalam undang-undang itu, termasuk undang-undang nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM serta Keputusan Presiden nomor 50 Tahun 1993 Tentang Komnas HAM RI,” kata Warinussy  menjelaskan.

Ia menilai pernyataan Frits Ramandey cenderung menggiring opini publik bahwa kasus tersebut semata-mata adalah kecerobohan aparat di lapangan yang bisa dibawa dan diadili di Pengadilan Militer sebagai pidana semata-mata. Padahal kasus tersebut sudah jelas adalah terindikasi kuat sebagai Kejahatan terhadap kemanusiaan atau crime against humanity. Sehingga memenuhi unsur Pelanggaran HAM Berat yang dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 9 undang-undang nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM.

Peraih Penghargaan Internasional HAM “John Humphrey Freedom Award” tahun 2005 di Kanada itu mendesak Komnas HAM melakukan langkah-langkah investigasi HAM atas peristiwa penembakan 2 (dua) warga sipil di Kali Kabur Mile 34 Tembagapura tersebut.

“Presiden Joko Widodo harus memerintahkan Panglima TNI untuk memberi akses utama dan luas kepada Komnas HAM guna menyelidiki peristiwa hukum tersebut,” katanya. (*)

Editor : Edi Faisol

Related posts

Leave a Reply