Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Independent Youth Forum Papua mendorong Dewan Perwakilan Rakyat agar segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual atau RUU PKS. Pengesahan RUU itu diharapkan akan lebih melibatkan lembaga pemerintah untuk merumuskan kebijakan memutus rantai kekerasan seksual di Papua dan Indonesia.
Hal itu dinyatakan Koordinator Independent Youth Forum Papua (IYFP), Yelinda Noiya di Kota Jayapura, Sabtu (26/9/2020).”Kami menilai RUU PKS ini penting untuk disahkan. Di Papua, kami tidak memiliki data [kasus kekerasan seksual] karena itu ranah penegakan hukum. Akan tetapi, kami lihat [angka] kasus kekerasan seksual [secara nasional] sangat tinggi,” kata Noiya.
Laporan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyebutkan kekerasan seksual terus terjadi. Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2020 menunjukkan pelaporan kasus kekerasan seksual di tahun 2019 mencapai 4.898 kasus. Komnas Perempuan mencatat dalam kurun waktu 2016 – 2019 ada 13.611 kasus perkosaan yang dilaporkan.
Baca juga: Pemkot Jayapura teken MoU dengan tiga lembaga negara
IYFP menilai pengesahan RUU PKS sangat penting, agar pemerintah daerah dan pengambil kebijakan ditingkat nasional lebih berandil dalam memutus rantai kekerasan terhadap perempuan, termasuk kekerasan seksual. Materi RUU PKS itu meliputi pencegahan kekerasan seksual, pemenuhan hak korban, pemulihan korban, hingga mengatur penanganan selama proses hukum.Akan tetapi, RUU PKS yang telah diusulkan sejak 26 Januari 2016 itu belum juga disahkan.
Noiya menyatakan IYFP memiliki misi untuk meningkatkan kualitas pendidikan seksualitas yang komprehensif di Tanah Papua. IYFP juga membantu upaya menekan kasus HIV dan AIDS, menghentikan kekerasan terhadap anak dan perempuan, meningkatkan kualitas layanan kesehatan seksual dan reproduksi yang ramah remaja, hingga mempromosikan toleransi.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Anak dan Keluarga Berencana Kota Jayapura, Betty Puy mengatakan dari Januari-Agustus 2020 tercatat 23 kasus kekerasan perempuan dan anak. Bila dibandingkan tahun lalu dibulan yang sama, terjadi peningkatan yakni 18 kasus.
“Kasus kekerasan fisik dan seksual berdampak pada psikologi, bahkan berakhir dengan kematian. Stop kekerasan perempuan dan anak sehingga bisa melakukan aktivitas dengan nyaman dan aman,” ujar Puy pada Agustus lalu.(*)
Editor: Aryo Wisanggeni G