Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Hampir semua artikel dan penelitian mengatakan perempuan Papua terkengkang oleh adat. Adat dianggap sebagai kambing hitam atas kekerasan dan keterkekangan perempuan di Papua. Tapi sebenarnya adakah banyak ruang yang dibuka buat perempuan oleh pemerintah dan agama?
Hal itu disampaikan Dominggas Nari, pada seminar seminar bertema “Perempuan di tengah arus investasi di Papua” yang diselenggarakan oleh Solidaritas Perempuan Papua Bersatu dalam rangka memperingati hari perempuan Internasional di Jayapura, (8/3/2019).
“Semua (adat) ada ruang buat perempuan Papua. Tapi bagaimana (pemerintah) mengatakan sudah memberikan ruang, tapi saat ini untuk cari makan di Kota Jayapura saja sudah sulit!” kata Dominggas Nari dari Samdhana Institute.
Ia memberikan contoh, saat ini pasar mama Papua yang diperjuangkan selama bertahun-tahun sudah berdiri. Tetapi kini, armada tukang sayur keliling jumlahnya terlalu banyak. Mereka berjualan berkeliling kota dengan sepeda motor dari pagi hingga malam hari. Setelah bekeliling, armada itu mangkal secara bekelompok di depan beberapa ruko yang letaknya strategis seperti di lingkaran atas Abepura, di ruko Entrop, dan lainnya sampai pukul 21.00 WP.
“Trus mama mama yang jual di pasar ini bagaimana? Karena armada gerobak terlalu banyak. Sedangkan ada mama mama yang menggantungkan diri pada hasil jualannya. Pemerintah harus bisa mengatur, agar semua pihak dapat memiliki ruang untuk hidup,” katanya.
Dengan mengatur waktu dan tempat berjualan, pemerintah memberikan ruang yang cukup bagi setiap warganya untuk hidup dan juga memberikan keadilan bagi setiap warganya.
Di tempat yang sama, Ester Haluk dari Solidaritas Perempuan Papua Bersatu mengatakan masalah perempuan di Papua, bukan persoalan Perempuan Papua saja. Padahal jumlah perempuan besar di tanah Papua, tapi ruang untuk perempuan sangat tertutup.
“Ini pertanyaan, serius tidak mengurus perempuan? Ini hal yang harus dibuka secara bersama,” katanya.
berita terkait :https://www.arsip.jubi.id/perempuan-di-tengah-arus-investasi-di-papua/
Ketua I Weynand Watory yang hadir sebagai pembicara mengatakan membuka ruang bagi perempuan adalah tanggung jawab semua pihak.
“Ada beberapa hal yang dapat dilakukan. Jangan terlalu berharap pada Pemerintah. Perempuan sendiri perlu secara sengaja membangun organisasi dan jaringan untuk membangun. Dan hal itu harus dimulai hari ini,” katanya.
Watory memberikan contoh konkrit, sebagai pelaku ekonomi selama bertahun tahun, Perempuan Papua harus mulai mengorganisasikan diri, misalnya dengan membangun koperasi. Dengan berorganisasi, perempuan bisa berstrategi membangun kekuatan, dan tidak menjadi pemadam kebakaran atas masalah yang sudah terjadi.
“Ini tanggung jawab semua,walau semua dalam keterhimpitan. Dengan mengorganisasi diri dengan cara cara yang lebih bagus, perempuan dapat menciptakan ruang,” katanya.
Jika tidak mengorganisir diri, Watory khawatir Papua menjadi sia sia. Papua terus menjadi korban politik kehutanan, perkebunan, pertanian, lingkungan yang diambil oleh pemerintah.(*)