Papua No.1 News Portal | Jubi
Sentani, Jubi – Ketua Badan Pimpinan Cabang Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (BPC – GAPENSI) Kabupaten Jayapura, Barnabas Janggroserai, mengaku kesal dengan adanya polemik yang terjadi di kalangan pemerintah daerah, ketika ada pengusaha lokal yang mengajukan diri untuk mendapatkan pekerjaan pada Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Menurutnya, jika Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) mengintervensi maka pengusaha lokal sama sekali tidak berdaya. Proyek pekerjaan yang diharapkan oleh para pengusaha, harus berkoordinasi dulu dengan dewan yang mempunyai pokok pikiran, yang diterjemahkan menjadi paket pekerjaan.
“Lalu, apa gunanya tiga fungsi dewan (pengawasan, budgeting, dan legislasi) yang seharusnya dilakukan dengan baik, dan menjadi pusat kontrol dalam setiap proses pembangunan, yang dilaksanakan oleh pihak eksekutif maupun pihak lain termasuk para pelaku usaha?” katanya, di Sentani, Rabu (23/2/2022).
“Dinas mengarahkan kepada pengusaha, untuk menemui atau meminta kepada anggota dewan yang mempunyai pokok pikiran yang di dalamnya terdapat paket pekerjaan,” ujarnya.
Praktik-praktik seperti ini, menurutnya, telah berlangsung lama dan menjadi budaya di kalangan tertentu. Pokok pikiran yang berubah menjadi hasil pembangunan, sesungguhnya merupakan hasil penjaringan aspirasi masyarakat ketika anggota dewan berkunjung ke masyarakat.
“Baik dalam agenda kunjungan kerja maupun dalam masa reses, hal ini tidak serta merta diklaim bahwa itu adalah proyeknya.”
Saat ini GAPENSI, lanjutnya, membawahi 200 pelaku jasa konstruksi di Kabupaten Jayapura yang notabene adalah anggota. Sebagian besar adalah pengusaha asli lokal di daerah ini, yang setiap saat beradu nasib dalam proses perjuangan mencari pekerjaan di Pemerintah Kabupaten Jayapura. Sebanyak 200 pelaku usaha adalah jumlah yang besar, tidak cukup untuk diakomodir dalam APBD 2022.
“Hal ini membuat pengusaha lokal bingung harus ke mana, keluhan mereka sudah sejak beberapa tahun terakhir, mulai 2019 sampai dengan hari ini,” jelasnya.
Bas berharap, pokok pikiran dewan yang telah terakomodir dalam paket pekerjaan di setiap OPD, tidak lagi mendapat intervensi oleh anggota dewan, sehingga ketika pengusaha lokal diberikan tanggung jawab untuk mengerjakan pekerjaan tersebut, dapat dilaksanakan dengan baik.
“Tahun ini, jumlah pekerjaan di setiap dinas itu sekitar 10 pekerjaan yang skala kecil. Pagu anggaran di bawah satu miliar tentunya dilakukan penunjukan langsung, dan itu sudah menjadi bagian pengusaha lokal. Dan apa yang diupayakan oleh pengusaha lokal itu sesuai amanat Perpres 17 Tahun 2019, tentang percepatan pembangunan bagi Papua dan Papua Barat,” ucapnya.
Sementara itu, Sekretaris Forum Peduli Kemanusiaan (FPK) Kabupaten Jayapura, Jhon Maurits Suebu menegaskan, kalau ada oknum-oknum anggota DPRD Kabupaten Jayapura yang mengintervensi soal pokok pikirannya melalui dinas teknis, dan itu sudah salah besar, karena tidak sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dewan.
Tugas dewan sudah sangat jelas dari sisi pengawasan, ada hasil-hasil aspirasi masyarakat melalui Musrembang sebagai forum tertinggi dalam pengusulan program pembangunan, mulai dari tingkat kampung sampai dengan kabupaten. Jika dewan mengurus proyek melalui pokok pikiran, maka itu sudah pasti masuk dalam kepentingan politik.
“Dampaknya kepada pengusaha lokal yang hanya jadi penonton, dan hal ini sebenarnya tidak perlu terjadi,” ujar Suebu.
Secara terpisah, salah seorang pengusaha lokal, Fraulin Sokoy mengatakan ada paket pekerjaan yang notabene adalah pokok pikiran dewan, membuat dirinya dan sejumlah pengusaha lokal gigit jari. Bahkan proyek di bawah 1 miliar yang masuk kategori penunjukan langsung, tidak dapat diberikan begitu saja, karena harus berhubungan dengan dewan selaku pemilik pokok pikiran tersebut.
“Sebagai perempuan asli Kabupaten Jayapura yang berprofesi sebagai pengusaha, kami mengharapkan kepada dewan yang terhormat agar kembali kepada tugas dan fungsi yang dibebankan oleh masyarakat, bangsa dan negara,” jelasnya. (*)
Editor: Kristianto Galuwo