Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Tokoh pejuang kemerdekaan Papua, Filep Karma menyatakan kesejahteraan yang diinginkan Orang Asli Papua (OAP) dari Pemerintah Indonesia bukan terkait sandang, pangan dan papan. Akan tetapi yang OAP inginkan adalah kesejahteraan hati. Hal itu menyangkut keamanan, keselamatan, dan ketenteraman.
Pernyataan itu dikatakan Filep Karma kepada Jubi terkait pemberlakuan Otonomi Khusus (Otsus) Papua, saat seminar hasil investigasi Majelis Rakyat Papua (MRP) terhadap konflik di Nduga, di salah satu hotel di Kota Jayapura, Senin (9/12/2019).
Menurut mantan tahanan politik (tapol) Papua itu, saat Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada 1969, Pemerintah Indonesia menjanjikan kesejahteraan kepada masyarakat asli Papua atau Irian Barat ketika itu, jika mau bergabung dengan Indonsia. Akan tetapi hingga kini Pemerintah Indonesia dinilai gagal mensejahterakan OAP. Undang-Undang Otsus dan dana Otsus yang setiap tahunnya digelontorkan ke Papua sejak 2001 lalu, juga tak mampu mensejahterakan masyarakat asli Papua.
“Saya kira ukuran sejahtera untuk orang asli Papua bukan diukur dari makan, minum, pakaian dan sebagainya. Akan tetapi pertama hati itu merasa damai, ada jaminan keamanan bahwa dia tidak akan diculik. Tidak akan ditangkap atau dihilangkan. Itu sejahtera yang kami minta,” kata Filep Karma.
Filep Karma juga menyatakan mendukung rencana MRP dan Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) menggelar evaluasi Otsus, lewat rapat dengar pendapat atau RDP bersama masyarakat asli Papua pada 2020.
Katanya, rencana ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Otsus bahwa setelah Otsus dilaksanakan harus ada evaluasi. Selain itu, kata dia, mesti diingat Otsus Papua bukan pemberian cuma-cuma dari Pemerintah Indonesia.
“Otsus ini merupakan gula-gula politik. (Seakan pemerintah pusat berkata) sudah orang Papua jangan minta merdeka tapi kami kasi Otsus, begitu,” ujarnya.
Kata Filep Karma, Pemerintah Indonesia telah memberikan Otsus kepada rakyat Papua. Akan tetapi jika hasil evaluasi menyatakan Otsus gagal, maka alternatif terakhir untuk orang asli Papua adalah merdeka.
“Karena itu (Otsus) merupakan tawaran tertinggi Indonesia kapada Bangsa Papua. Tidak bisa Indonesia mengelak lagi bikin Otsus Plus dan lain-lain. Otsus ini tawaran terakhir dan final dari Pemerintah Indonesia,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua MRP, Timotius Murib saat menjawab pertanyaan para peserta seminar mengatakan, yang harus mengevaluasi Otsus adalah OAP karena rakyatlah yang menerima manfaat dari Otsus. Rakyat asli Papua yang mesti menentukan apakah Otsus dilanjutkan atau tidak.
“Pada 2020, MRP dan MRPB akan bergabung menggelar rapat dengar pendapat (terkait Otsus). Rakyat yang tentukan ko mau apa. Pahit ka, manis ka. Apa yang ditentukan oleh rakyat itulah yang akan direkomendasikan oleh MRP kepada negara dan kepada dunia,” kata Timotius Murib.
Menurutnya, dalam hal ini pihaknya telah MoU dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB. PBB akan datang memantau langsung apa yang dilaksanakan nantinya. (*)
Editor: Kristianto Galuwo