Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – DPR Papua khawatir dualisme sekretaris daerah atau Sekda Papua, berdampak pada pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Papua.
Wakil Ketua II DPR Papua, Edoardus Kaize mengatakan, yang akan dibahas pihaknya dan eksekutif, dalam waktu dekat adalah pembahasan APBD perubahan (APBDP) Papua tahun anggaran (TA) 2021.
Namun, ia khawatir pembahasan APBD Perubahan Papua TA 2021 tidak dapat berjalan maksimal, karena yang mesti menandatangani dokumen anggaran adalah Sekda definitif, sebagai Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah.
“Pelaksana tugas (plt) Sekda, tidak bisa tandatangan, karena ini berkaitan dengan keabsahan. Nah dualisme jabatan sekda ini dapat berdampak pada pembahasan pembahasan anggaran. Misalnya APBD perubahan tahun anggaran ini, siapa nantinya yang bisa menjamin akan terlaksana baik,” kata Edoardus Kaize, Senin (6/9/2021).
Katanya, misalnya anggaran konsumsi dan akomodasi Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua, senilai Rp 1,4 triliun. Nantinya dana dari APBN itu akan masuk ke kas daerah terlebih dulu, sebagai dana penerimaan daerah dari transfer pemerintah pusat.
“Setelah masuk ke kas daerah, barulah bisa dicairkan ke PB PON. Yang menandatanganinya adalah sekda. Jadi tidak bisa langsung masuk ke PB PON,” ujarnya.
Kaize berharap, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) turun tangan menyelesaikan dualisme jabatan Sekda Papua. Mempertegas siapa yang menempati jabatan itu sesungguhnya.
Baca Juga: Dualisme Sekda Papua, akhirnya Gubernur angkat bicara
Murafer: Dualisme jabatan Sekda Papua bukan bentuk pengambilalihan kewenangan
Sebab Dance Julian Flassy, yang merupakan hasil lelang jabatan dan dilantik oleh Mendagri beberapa waktu lalu sebagai Sekda Papua, berdasarkan Keputusan Presiden.
Sementara itu, Ridwan Rumasukun dilantik oleh Gubernur Papua, sebagai Plt Sekda Papua berdasarkan Surat Keputusan Gubernur.
Ia mengaku telah meminta Direktur Keuangan Kemendagri menyampaikan kepada Mendagri agar mempertegas mengenai keabsahan jabatan Sekda Papua.
Permintaan tersebut disampaikan Edoardus Kaize saat DPR Papua melaksanakan bimbingan teknis beberapa hari lalu.
“Ini hanya butuh penegasan dari Mendagri. Mesti segera diselesaikan, karena akan berdampak terhadap pemerintahan, pembangunan dan kepentingan rakyat Papua. Agenda terdekat adalah PON. Ini mesti selesai sebelum PON. Kalau tidak, saya khawatir ada masalah dikemudian hari,” ucapnya.
Sementara itu, akademisi Universitas Cenderawasih atau Uncen Jayapura Papua, Yakobus Murafer mengatakan jabatan sekda merupakan posisi strategis dalam pemerintahan.
Sekda tidak hanya sebagai ketua TAPD, juga sebagai pembina ASN di daerah, dan struktur organisasi pemerintahan dikomandoi oleh sekda.
Jabatan Sekda bukan jabatan politik seperti kepala daerah atau wakil kepala daerah. Melainkan jabatan karir dan kepangkatan dalam birokrasi.
Menurutnya, sekda memiliki peran penting dalam pemerintahan daerah, terutama yang berkaitan dengan administrasi dan keuangan.
“Apalagi di Papua kini, jabatan wakil gubernur (wagub) Papua terjadi kekosongan. Dalam situasi ini, pihak yang dapat berkoordinasi dengan gubernur adalah sekda,” kata Yakobus Murafer kepada Jubi belum lama ini.
Menurut pengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Uncen itu,
Katanya, dalam situasi kekosongan jabatan Wagub Papua kini, koordinasi dan komunikasi antara gubernur dan sekda mesti terjalin baik.
“Ini yang kita tidak tahu bagaimana. Sejauh ini, bagaimana hubungan kerja antara gubernur dengan sekda. Tidak bisa kita anggap ini biasa saja sebenarnya. Mereka inilah yang paling tahu kebutuhan pemerintahan,” ucapnya. (*)
Editor: Dewi Wulandari