Draf Raperdasi pengelolaan hutan melibatkan LSM dalam mekanisme pengawasan

Suasana diskusi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua dan para wakil masyarakat adat membahas draf Raperdasi pengelolaan hutan - Jubi/Arjuna Pademme
Suasana diskusi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua dan para wakil masyarakat adat membahas draf Raperdasi pengelolaan hutan – Jubi/Arjuna Pademme

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Draf Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tentang pengelolaan hutan yang tengah digagas anggota Badan Pembentukan Peraturan Daerah Dewan Perwakilan Rakyat Papua John NG Gobay memberi ruang bagi lembaga swadaya masyarakat untuk terlibat dalam pengawasan pengelolaan hutan. Draft itu juga membangun mekanisme bagi masyarakat adat untuk melakukan pengawasan pengelolaan hutan.

Read More

“Dalam draf itu, pihak yang berwenang melakukan pengawasan bukan hanya pemerintah. Ada mekanisme yang membuka ruang bagi lembaga swadaya masyarakat maupun masyarakat adat untuk berpartisipasi mengawasi pengelolaan hutan di Papua,” kata Gobay kepada Jubi, Rabu (10/4/2019).

Dalam draf awal Rancangan Peraturan Daerah Provinsi (Raperdasi) pengelolaan hutan yang belum resmi diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) itu, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dapat memantau dan melaporkan hasil pemantauan pengelolaan hutan di Papua. Hasil temuan LSM itu dapat disampaikan kepada Gubernur, DPRP, ataupun diumumkan melalui rapat dengar pendapat publik.

LSM juga memiliki hak untuk melakukan upaya hukum terhadap para pengelola hutan yang melanggar aturan tata kelola hutan di Papua. Selama inikan LSM tidak diberi ruang, padahal ada namanya forum pemerhati hutan, ini bisa masuk di situ untuk LSM melakukan pengawasan,” ujar Gobay.

Gagasan mendorong Perdasi pengelolaan hutan muncul karena Peraturan Daerah Khusus Nomor 21 tahun 2008 tentang Pembangunan Hutan Berkelanjutan di Provinsi Papua (Perdasus kehutanan) tidak bisa berlaku efektif. Selain itu, pembagian luasan lahan kelola antara masyarakat adat dan pemegang Hak Pengelolaan Hutan (HPH) dalam Perdasus Kehutanan juga dinilai tidak adil, karena masyarakat adat hanya diberi ruang kelola 78 hektar. Sementara total luas lahan yang dibeban HPH mencapai 5 juta hektar.

“Masyarakat justru dianggap perambah hutan. Makanya perlu ada payung hukum untuk mereka. Ruang ini yang kami siapkan agar ada keadilan bagi masyarakat adat,” ucap Gobay.

Untuk memperkuat dorongan agar draf Raperdasi pengelolaan hutan bisa secara resmi diajukan ke DPRP, Gobay menggelar diskusi bersama masyarakat adat Papua, Rabu (10/9/2019). Sejumlah perwakilan masyarakat adat yang hadir dalam diskusi itu menyatakan mendukung upaya tersebut.

Direktur Eksekutif Dewan Adat Papua (DAP), Ferdinan Okoserai mengatakan Raperdasi Kehutanan yang akan diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Papua bisa berdampak positif bagi keberadaan masyarakat adat di Papua. “Jika selama ini masyarakat mengambil kayu di hutannya dan disebut ilegal, (maka rancangan) itu nantinya (akan menjadi Perdasi) yang mengakui (legalitas hak masyarakat adat mengelola dan mengambil hasil hutan,” kata Okoserai.

(*)

Editor: Aryo Wisanggeni G

Related posts

Leave a Reply