Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Badan Pembentukan Peraturan Daerah atau Bapemperda Dewan Perwakilan Rakyat Papua tengah menyiapkan draft Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Papua yang merumuskan pengaturan perburuhan dengan kekhususan situasi di Papua. Draft itu juga mengatur pembentukan serikat pekerja orang asli Papua sebagai wadah bagi buruh asli Papua memperjuangkan hak mereka.
Anggota Bapemperda Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) John NR Gobai menyatakan draft Rancangan Peraturan Daerah Provinsi (Raperdasi) tentang perburuhan itu belum difinalisasi Bapemperda. “Naskah akademiknya sudah siap, tinggal kami undang dinas dan pihak terkait lain membahasnya bersama. Kami akan mengumpulkan masukan mereka, sebelum mengajukan draft Raperdasus perburuhan itu ke Bapemperda DPRP,” kata Gobai di Jayapura, Rabu (24/4/2019).
Draft terakhir Raperdasi itu telah merumuskan payung hukum pembentukan serikat pekerja orang asli Papua (OAP). Draft itu juga akan mengatur keberadaan dan perlakuan terhadap pekerja asli Papua di perusahaan perkebunan, pertambangan, konstruksi, supermarket hingga hotel di Papua.
Gobai menyatakan perumusan sejumlah proteksi bagi pekerja asli Papua itu didasarkan temuan berbagai kesempatan kerja di sektor formal didominasi orang non Papua. Selain menjadi minoritas, para pekerja asli Papua juga mengalami diskriminasi upah, atau digaji lebih kecil dari Upah Minimum Provinsi Papua.
Gobai juga menyebut para pekerja asli Papua tidak menikmati kenyamanan dan jaminan keselamatan, padahal tingkat kesulitan pekerjaan mereka cukup tinggi. “Pengusaha harus memenuhi hak buruh. Oleh karena itu, kami merumuskan draft regulasi terkait perlindungan, pemberdayaan, dan keberpihakan kepada buruh orang asli Papua, termasuk payung hukum pembentukan Serikat Pekerja orang asli Papua,” kata Gobai.
Draft Raperdasi buruh juga mengatur payung hukum pembentukan tim deteksi dini yang melibatkan Dinas Tenaga Kerja provinsi serta kabupaten/kota, dan Serikat Pekerja. Tim itu akan mencari tahu apakah orang asli Papua yang bekerja di setiap perusahaan di Papua mendapat haknya, merasa aman, dan nyaman.
Selain itu, mekanisme pemutusan hubungan kerja (PHK) pekerja asli Papua juga akan diperketat. Gobai menyatakan pengaturan mekanisme PHK yang lebih ketat harus diberlakukan karena banyak orang asli Papua yang bekerja untuk sejumlah pelaksanaan proyek Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diberhentikan oleh pelaksana proyek, termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN). “Ini akan diatur dalam Raperdasi itu untuk memberikan perlindungan kepada pekerja orang asli Papua,” ucapnya.
Ketua Bapemperda DPRP, Emus Gwijangge mengatakan, siapa pun dapat mengusulkan rancangan peraturan daerah ke DPR Papua, termasuk masyarakat, kelompok masyarakat, dan anggota DPRP. “Kalau anggota dewan kan punya hak legislasi. Dia bisa menggunakan itu. Tidak ada masalah. Tapi setiap usulan Raperda akan kami bahas bersama dalam internal dewan, untuk menentukan apakah dapat diusulkan disahkan atau tidak,” kata Emus Gwijangge. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G