Papua No. 1 News Portal | Jubi
Makassar, Jubi – Sekretaris II Dewan Adat Papua versi Kongres Besar Masyarakat Adat Papua III, John NR Gobai menilai lembaga DPR Papua perlu bersikap meminta pihak terkait memenuhi hak-hak para tahanan politik atau Tapol Papua dalam situasi pandemi virus korona atau Covid-19.
Ia mengatakan jika ada di antara para terpidana korupsi yang diberikan asimilasi, sebagai upaya mencegah penyebaran Covid-19 dalam lembaga pemasyarakatan, mesti para Tapol Papua terutama yang kini ditahan di Kalimantan Timur, juga mendapat hak yang sama.
“Setidaknya penahanan mereka [para Tapol] ditangguhkan dulu, sambil menunggu proses persidangan yang sedang berlangsung, agar mereka juga tidak rentan terpapar Covid-19 dalam rumah tahanan,” kata John Gobai melalui panggilan telepon, Kamis (9/4/2020).
Menurutnya, memang selama ini ada beberapa anggota DPR Papua yang selalu menyuarakan hak-hak para Tapol Papua.
Akan tetapi para pihak terkait tak akan mempedulikan jika itu hanya disuarakan sebagian kecil anggota DPR Papua. Mesti disuarakan secara kelembagaan agar memiliki legitimasi.
“Dalam rapat-rapat bersama para Forkopimda mungkin ketua DPR Papua bisa menyuarakan itu [pemenuhan hak-hak para Tapol Papua],” ujarnya.
Katanya, meski para Tapol Papua dianggap menyuarakan hal-hal yang bertentangan dengan negara, namun mereka masih berstatus warga negara Indonesia.
Mesti diperlakukan adil karena, para Tapol itu memiliki hak yang sama dengan tahanan atau terpidana lainnya.
Beberapa hari lalu, satu di antara advokat HAM Papua, Latifah Anum Siregar mengatakan Pemerintah Provinsi Papua, DPR Papua dan Majelis Rakyat Papua atau MRP mestinya memberikan dukungan pembebasan [atau penangguhan penahanan] para Tapol Papua di Kaltim.
Kata Anum, dalam konteks hukum dan HAM, hak-hak kesehatan para Tapol Papua juga harus dipenuhi, dan tidak boleh didiskriminasi.
“Harusnya mereka juga mendapatkan perlakuan [dibebaskan seperti narapidana lainnya], tidak didiskriminasi. Nah pemerintah [provinsi, MRP dan DPR Papua], juga harus memperjuangkan itu,” kata Anum Siregar.
Anum menilai, selama ini Pemprov Papua, DPR Papua dan MRP terkesan tidak memberikan dukungan secara serius terhadap pemenuhan hak-hak para Tapol Papua.
Kalaupun ada di antara para anggota DPR Papua dan MRP yang selalu menyuarakan pemenuhan hak-hak para Tapol, namun tidak secara kelembagaan.
“Yang kita minta DPR Papua [juga MRP dan Pemprov Papua] secara lembaga memberikan perhatian. Misalnya ketua DPR Papua, memberikan komitmen bahwa keberpihakannya terhadap orang asli Papua yang harus bebas dari diskriminasi,” ucapnya.
Anggota komisi bidang politik, hukum dan HAM DPR Papua, Emus Gwijangge juga meminta pemerintah bersikap adil terhadap para Tapol Papua, termasuk yang kini ditahan di Kalimantan Timur.
“Tujuh Tapol Papua di Kaltim juga mesti mendapat asimilasi. Jangan terkesan ada diskriminasi,” kata Emus Gwijangge.
Menurutnya, tujuh Tapol Papua di Kalimantan Timur juga merupakan warga negara yang berhak mendapat perlakuan sama seperti warga lain.
“Hak-hak yang diberikan kepada warga negara atau narapidana lain, juga mesti didapat tujuh Tapol Papua di Kaltim,” ujarnya. (*)
Editor: Edho Sinaga