Papua No.1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Sebanyak 18 orang pengungsi dari Kabupaten Nduga, Papua yang berada di Kabupaten Jayawijaya meninggal dunia di berbagai lokasi pengungsian selama sebulan terakhir. Relawan pengungsi Nduga di Jayawijaya, Raga Kogeya mengatakan dalam sehari terkadang dua hingga tiga pengungsi meninggal. Kisaran usia mereka yang meninggal, 18 hingga 50 tahun.
“Ini terjadi sejak 24 Desember 2020 hingga kini (Januari 2021). Sudah 18 orang meninggal. Itu pengungsi Nduga di Jayawijaya, pengungsi di daerah lain kami tidak tahu. Hari ini dua orang pengungsi dalam kondisi kritis,” kata Raga Kogeya melalui panggilan teleponnya kepada Jubi, Rabu (20/1/2021).
Menurutnya, sebagian besar pengungsi meninggal karena sakit. Ada di antara mereka mengalami demam, hidung berdarah (mimisan), kejang kejang, kulit merah merah, dan gejala lainnya. Ada yang sakit selama dua hingga tiga bulan, namun tidak mendapat penanganan medis.
“Ketika mereka sakit, tidak ada penanganan medis. Kami relawan pengungsi hanya berupaya mengobati mereka semampu kami,” ujarnya.
Kata Raga Kogeya, mestinya pengungsi yang sakit mendapat penanganan medis, atau berobat ke rumah sakit. Akan tetapi itu tidak dilakukan karena keterbatasan biaya.
Ia mengatakan, pihak rumah sakit di sana menolak menangani pengungsi secara gratis, karena Pemerintah Kabupaten Nduga belum bekerjasama dengan Pemkab Jayawijaya.
“Tidak seperti Pemda Lanny Jaya yang kerjasama dengan Pemda Jayawijaya, jadi semua masyarakatnya berobat di sana dilayani,” katanya.
Relawan pengungsi Nduga di Jayawijaya mencatat sekitar 400 pengungsi pada berbagai lokasi pengungsi di sana meninggal dunia, salama periode akhir 2018 hingga akhir 2020.
Relawan lain pengungsi Nduga di Jayawijaya, Sipe Kelne belum laman ini mengatakan, ada berbagai faktor penyebab ratusan pengungsi itu meninggal dunia. Di antaranya, karena masalah kesehatan, lanjut usia dan penyebab lainnya.
“Jumlah itu belum termasuk pengungsi Nduga yang ada di tempat (kabupaten) lain,” kata Sipe Kelnea ketika itu.
Sipe Kelne yang juga seorang evangelis (pekabar injil) itu menilai, pemerintah dan DPRD Nduga terkesan tidak memperhatikan warganya yang ada di pengungsian.
“Pihak eksekutif dan legislatif ini, semua sudah tidak kelihatan. Sudah sembunyi semua. Para bupati di Papua, khususnya di wilayah Pegunungan juga tidak pernah turun ke lokasi pengungsian [melihat kondisi pengungsi],” ujarnya.
Sejak akhir 2018 silam, ribuan warga dari 12 distrik di Nduga meninggalkan kampungnya, akibat konflik bersenjata antara aparat keamanan dan Organisasi Papua Merdeka.
Ribuan warga Nduga itu menyebar ke berbagai kabupaten terdekat yang dianggap aman, termasuk Jayawijaya.
Data yang dirilis relawan pengungsi Nduga di Jayawijaya menjelang akhir 2019 silam, tercatat jumlah pengungsi di sana mencapai delapan ribu orang.
Akan tetapi jumlah itu kemungkinan bertambah karena hingga kini masih terus terjadi pengungsian warga dari Nduga ke Jayawijaya dan kabupaten lain.
Hingga awal 2021 ini, para relawan belum kembali mendata jumlah terkini pengungsi Nduga di Jayawijaya. (*)
Editor: Edho Sinaga