Dispar setuju tempat wisata dikelola swasta

Salah satu sudut pemandangan di Pantai Hamadi – Jubi/Ramah
Salah satu sudut pemandangan di Pantai Hamadi – Jubi/Ramah

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Dinas Pariwisata Kota Jayapura menyetujuai pengelolaan tempat wisata dilakukan oleh pihak swasta sehingga lebih profesional.

Read More

“Tergantung pengelolaanya bagaimana, dibicarakan dengan pemerintah daerah dan pemilik hak ulayat sehingga sama-sama mendapatkan manfaatnya,” ujar Kepala Dinas Pariwisata Kota Jayapura, Matias B. Mano, di Jayapura, Jumat (3/5/2019).

Menurut Matias Mano, pemerintah hanya mendukung dengan mempersiapkan infrastruktur seperti jalan, lampu, dan fasilitas publik lainnya. Dengan demikian, objek-objek wisata yang dikelola berkembang dengan baik. Hal ini juga bakal mendatangkan manfaat kepada pemilik hak ulayat.

“Pembangunan resort dan lain sebagianya itu menjadi tugas pihak swasta. Dikelola swasta karena profesional sehingga tempat wisata lebih maju dan berkembang,” katanya.

Tempat wisata di Kota Jayapura beragam, mulai dari alam, budaya, hingga sejarah. Objek wisata pantai dapat ditemui di kawasan Pasir 2, Pasir 6, Base-G, Hamadi, Dok 2, Pantai Holtekam, dan Bukit Jayapura City di Polimak, dan Pantai Yakoba di Argapura, Distrik Jayapura Selatan, dan serta Teluk Youtefa, Distrik Abepura.

Selain itu, wisata sejarah dan budaya dapat ditemukan di museum Lokabudaya Expo, Museum Lokabudaya Uncen, rumah gubernur di Skyline, dan Kampung Metu Debi.

Beberapa tahun terakhir, beberapa lokasi menjadi objek wisata alternatif atau kekinian. Sebut saja kawasan Angkasa, Jembatan Hamadi-Holtekamp, Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di Skouw Distrik Muara Tami, dan kawasan Skyline, serta Kampung Nelayan Hamadi. Pengunjung ke lokasi-lokasi tersebut untuk memfoto, swafoto, atau sekadar bersantai.

Situs Tripadvisor Indonesia melansir 14 lokasi wisata terpopuler di Kota dan Kabupaten Jayapura, di antaranya, Kampung Skouw, Bukit Jayapura City, Pantai Harlem, Danau Love, Pantai Base-G, Mal Jayapura, Bukit Teletubies (Tungkuwiri), Museum Loka Budaya Danau Sentani, Pemancingan Permata Hijau, Pantai Dok 2, Tugu Mac Arthur, Jefalgi Papua Tours, Pasar Souvenir Hamadi, dan Trek Papua.

Warga Kota Jayapura, Vinica Gabriella Jeniver, mengatakan pelajar biasanya ke lokasi-lokasi yang “instragramable”, seperti Bukit Jokowi, Jayapura City, Bukit Teletubies, Skouw. Sekarang lagi dominan foto-foto di pantai  seperti Hamadi, Base-G, bahkan di kafe yang punya spot foto keren.

“Mereka sering ke situ untuk foto ataupun nongkrong, bahkan ada yang ke MJ untuk sekadar foto-foto,” kata Vini.

Siswa salah satu sekolah di Kota Jayapura ini beralasan, pengunjung, terutama pelajar dan generasi milenial, menyambangi lokasi-lokasi itu untuk menambah koleksi foto di media sosial semisal instagram.

“Alasan berikutnya untuk refreshing dan berkumpul bersama teman-teman, atau sekadar ikut-ikutan,” katanya.

Dia berpendapat kawasan wisata di atas belum dikelola secara optimal, sehingga membutuhkan peran dan kerja sama semua pihak. Dia juga beraharap agar pengunjung tidak membuang sampah sembarangan, terutama di lokasi wisata. Oleh karena itu, diharapkan agar Pemerintah Kota Jayapura tetap menyediakan tempat sampah di kawasan tersebut.

Wali Kota Jayapura, Benhur Tomi Mano, menyatakan tempat wisata hanya boleh dikelola masyarakat adat untuk meningkatkan taraf hidup dalam pemenuhan perekonomian.

“Kalau ada masyarakat yang bukan masyarakat asli Port Numbay (Kota Jayapura) datang berjualan di tempat wisata, harus minta izin dulu sama pengelola wisata, apakah diperbolehkan atau tidak. Kalau diizinkan, maka harus ada kontribusinya,” kata Benhur Tomi Mano.

Hal itu dilakukan agar masyarakat asli Kota Jayapura mendapatkan uang dari tempat wisata.

“Saya lihat sekarang, kami orang-orang Port Numbay ini menjadi penonton di tanahnya sendiri,” katanya.

“Bukit Jokowi sudah ditangani orang-orang Biak. Penjual kelapa di Skyline itu adalah orang-orang dari luar, baru orang Port Numbay mau dapat apa?” lanjutnya.

Tomi Mano bertekad akan menata kembali tempat wisata yang tersebar di kota yang dipimpinnya ini, agar masyarakat asli Port Numbay tidak menjadi penonton di tanahnya sendiri.

“Dan, saya mau ingatkan kalau sudah dapat uang banyak dari pengelolaan tempat wisata, jangan sampai lupakan gereja. Hari Minggu harus penuhi gereja, itu baru buka tempat wisata,” katanya. (*)

Editor : Timo Marten

Related posts

Leave a Reply