Papua No.1 News Portal | Jubi
Nabire, Jubi – Ketua kelompok kerja khusus (poksus) DPR Papua, John NR Gobai mempertanyakan diintegrasikannya Kartu Papua Sehat (KPS) ke BPJS
Kesehatan.
Menurutnya, apa dasar hukum integrasinya dan apa motifnya, apakah untuk menyelamatkan sumber pembiayaan BPJS atau menyelamatkan pembiayaan KPS ataukah untuk mengurangi kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat asli Papua.
“Ini untuk apa dan siapa, dasar hukumnya apa,” ujar Gobai kepada Jubi di Nabire. (2/6/2021).
Gobai menjelaskan, KPS merupakan sebuah kebijakan pelayanan kesehatan
bagi masyarakat Papua atau orang asli Papua (OAP) melalui Dinas Kesehatan Papua.
Menurutnya, program tersebut dikeluarkan oleh LUKMEN menjadi Gubernur dan Wagub Papua, untuk membiayai 11 komponen yang selama ini berjalan namun sejak tahun 2021 diintegrasikan ke BPJS.
Maka kata dia, pelayanan kesehatan bagi masyarakat melalui KPS pada tahun anggaran 2021 sudah tidak dianggarkan oleh Pemprov Papua.
Sebab per 1 januari 2021 program KPS telah diintegrasikan ke dalam program
BPJS.
“Sehingga kucuran dana ke berbagai unit pelayanan kesehatan di Provinsi Papua telah dilakukan melalui mekanisme program BPJS sehingga 11 komponen pembiayaan pelayanan kesehatan khusus bagi OAP yang dicover selama ini oleh program KPS tidak semuanya dibiayai Pemprov,”
ungkap Gobai.
Lanjutnya, kebijakan ini tentu sangat berdampak terhadap pelayanan kesehatan bagi masyarakat asli Papua yang selama ini dibiayai oleh KPS.
Ia juga merasa aneh, pasalnya BPJS yang merupakan sebuah badan nasional ikut mengatur dan mengelola dana otsus.
Ini berimbas pada integrasi KPS ke BPJS yang nyatanya telah menghambat 11 komponen pembiayaan pelayanan kesehatan khusus bagi OAP yang tercover, sebab program KPS tidak semuanya akan dibiayai.
“Pertanyaannya, apakah kemudian BPJS juga ikut memanfaatkan dana otsus
di bidang kesehatan ataukah dengan pengintegrasian ini tidak mengurangi dana otsus yang selama ini digunakan untuk KPS. Ini harus jelas dan transparan,” lanjut Gobai.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua, Robby Kayame menjelaskan, terdapat tiga faktor yang dihadapi, yakni pertama, kebijakan integrasi ke dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPKS Kesehatan.
Kedua, tidak ada ruang atau kode rekening dalam sistem anggaran sistem informasi
pembangunan daerah (SIPD) dan sistem infomasi manajemen daerah (SIMDA), untuk Tahun anggaran 2021.
Dan ketiga adalah jika tidak ada kode rekening di SIPD maka KPS tidak dapat ploting anggaran ke APBD perubahan Tahun 2021.
“Maka untuk membiayai 11 kegiatan yang berpihak pada OAP terutama kesehatan kesehatan akan terganggu,” jelas Kayame. (*)
Editor: Edho Sinaga