Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Kepala Sub Bidang Pelayanan Jasa, Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BBMKG) V Papua, Ezri Ronsumbre mengatakan La Nina tidak memiliki dampak menyeluruh di Wilayah Papua.
“Penyebabnya adalah faktor global, regional, maupun faktor lokal pada wilayah tersebut lebih dominan,” katanya kepada Jubi di kantor BBMKG V Papua, Selasa (27/10/2020).
Ia mengatakan, cuaca dan iklim dipengaruhi faktor meteorologis atau atmosfer pada beberapa skala yang berbeda.
Pada skala global dipengaruhi La Nina dan El Nino, skala regional seperti monsoon, siklon tropis, Madden Julian Oscillation, dan gangguan pola angin (pertemuan angin atau belokan angin). Selain itu juga dipengaruhi faktor lokal karena kondisi topografi wilayah.
Ezri mengatakan hasil penelitian menunjukkan bahwa di Papua La Nina berpengaruh terhadap curah hujan di Kabupaten Biak Numfor pada seluruh bulan di sepanjang tahun dengan peningatan curah hujan 20-40 persen dari kondisi normal.
“Khusus Merauke, saat musim kemarau bila aktif La Nina umumnya cukup banyak hujan dan titik api dengan potensi kebakaran lahan menjadi kurang signifikan,” ujarnya.
Sementara untuk wilayah Kota dan Kabupaten Jayapura hasil penelitian menunjukkan La Nina hanya berpengaruh pada peningkatan curah hujan pada Juni, Juli, dan Agustus.
“Sementara untuk bulan-bulan lainnya, La Nina cenderung tidak berpengaruh signifikan terhadap curah hujan,” katanya.
Ezira mengungkapkan, hujan-hujan ekstrem yang menyebabkan bencana hodrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor di Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura lebih disebabkan karena gangguan pada skala regional, seperti gangguan pola angin yang didukung faktor lokal.
Ia menyebutkan, hujan lebat di Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura berpotensi terjadi di sepanjang tahun 2020 dengan atau tanpa aktifnya La Nina.
“Frekuensi hujan lebat dapat meningkat pada periode musim hujan yang umumnya terjadi pada bulan Oktober hingga April tiap tahunnya,” katanya.
Diperkirakan wilayah Papua akan masuk musim hujan secara bertahap pada bulan November dan Desember 2020. Sedangkan puncak musim hujan diperkirakan terjadi pada Februari-Maret 2021.
Menurut Ezira, memasuki musim hujan potensi terjadinya hujan lebat meningkat dan berdampak berpotensinya bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, pohon tumbang, dan banjir bandang.
“Curah hujannya bisa di atas normal 200-300 mm per bulan, bahkan bisa lebih banyak dari itu,” ujarnya.
Ia mengimbau agar masyarakaat dapat meningkatkan kewaspadaan menghadapi musim hujan. Memperhatikan kondisi lingkungan tempat tinggal, saluran air, dan pohon-pohon tinggi.
“Untuk masyarakat yang bertempat tinggi di wilayah bantaran sungai, kaki gunung, dan perbukitan agar meningkatkan kewaspadaan,” ujarnya.
Demikian juga dengan kondisi cuaca di wilayah perairan, masyarakat diminta lebih memperhatikan informasi tinggi gelombang apabila akan beraktivitas di sekitar pantai atau menggunakan transportasi laut.
Ezira menyebutkan, BMKG telah memberikan informasi prakiraan musim hujan dan prakiraan curah hujan tiga bulanan yang disampaikan melalui media sosial Informasi BMKG Papua.
“Juga kepada para stakeholder terkait, seperti Pemda dan BPBD, Topdam, RRI, PUPR, dan lain-lain,” katanya.
Ezira mengharapkan masyarakat selalu mengecek informasi cuaca di media sosial Informasi BMKG Papua, seperti di Facebook, Twitter, Instagram, Aplikasi Informasi BMKG, atau dapat menghubungi UPT BMKG terdekat.
Kepala Bidang Pencegahan, Kesiapsiagahan, dan Penanganan Pengungsi BPBD Provinsi Papua, Paminto Widodo mengatakan dalam menghadapi La Nina BPBD menjalin kerja sama dengan BMKG dalam melakukan perhatian khusus di wilayah-wilayah Pegunungan Tengah, yaitu sekitar Pania, Deiyai, dan Puncak Jaya.
“Karena BMKG mempunyai kompetensi dalam hal meramalkan atau memperkirakan La Nina,” katanya.
RAPI dan ORARI pun, kata Paminto, dilibatkan dalam kerja sama. Jika ada peringatan dini curah hujan yang lebat, organisasi tersebut akan menyampaikan informasi kepada masyarakat.
“Kita juga sudah memberikan surat edaran kepada BPBD di kota dan kabupaten untuk melakukan kesiapsiagahan, khususnya menghadapai La Nina,” ujarnya.
Paminto menyebutkan, Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura sudah membuat rencana konsidensi untuk menghadapi banjir dan longsor. Namun untuk tingkat provinsi rencana konsidensi masih dalam bentuk draf.
Di tingkat satuan wilayah, katanya, telah disiagakan 350 tenaga gabungan dari BPD Papua dan Satpol PP.
“Akan ada dukungan tenaga dari instansi lain, seperti dari Dinas Kesehatan, Tagana, TNI, Polri, mahasiswa, RAPI, ORARI, dan komunitas hobi,” ujarnya.
Menurutnya diperlukan peningkatan pengamatan dan kewaspadaan dari sisi resiko kerentanan, kapasitas dan ancaman, khususnya di Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Keerom, Kabupaten Mamberamo Raya, dan Kabupaten Sarmi.
Menurut Paminto, kesiapan utama adalah memberikan informasi kepada masyarakat apabila ada situasi darurat. Untuk kesiapsiagaan itu diperlukan adanya Pusat Pengendalain Operasi, khususnya di bidang komunikasi dan informasi. Jika kterjadi bencana setiap instansi tersebut mempunyai alat-alat yang digerakan untuk melakukan penanganan.
“Seperti dari TNI dan Polri itu mempunyai kemampuan yang hebat dalam bergerak penanganan SAR,” ujarnya.
Paminto mengimbau masyarakat apabila ada informasi dari BMKG tentang curah hujan yang tinggi segera melakukan kesiapsiagahan. Terutama penduduk yang berada pada jalur yang berbahaya, seperti yang tingga di lereng-lereng bukit dan area sungai.
La Nina merupakan fenomena atmosfer global di mana terjadi penurunan suhu muka laut di Perairan Samudera Pasifik ekuator bagian tengah dan meningkatnya suhu muka laut di Pasifik bagian barat.
Hal tersebut akan menyebabkan aliran massa udara basah masuk ke wilayah Indonesia dan meningkatkan potensi pembentukan awan-awan hujan sehingga curah hujan di wilayah Indonesia cenderung meningkat.(CR-7)
Editor: Syofiardi