Dewan Adat kurang dilibatkan dalam perencanaan anggaran di Papua

Pelatihan Perencanaan Anggaran di Papua
Seknas FITRA mengadakan Pelatihan Memahami Perencanaan Penganggaran Dearah Propinsi Papua di Kota Jayapura, Papua, mulai Senin (13/9/2021). - Jubi/Hengky Yeimo

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Wakil Dewan Adat Papua dalam Pelatihan Memahami Perencanaan Penganggaran Daerah Propinsi Papua, Ferdinand Okoseray mengatakan selama ini pihaknya kurang mendapat peran dalam perencanaan anggaran. Pasalnya, demikian menurut Okoseray, pemerintah tidak menganggap Dewan Adat sebagai bagian dari masyarakat adat di Papua.

Hal itu disampaikan Okoseray dalam Pelatihan Memahami Perencanaan Penganggaran Daerah Propinsi Papua yang berlangsung di Kota Jayapura pada 13 – 15 September 2021. Pelatihan itu diselenggarakan oleh Seknas Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Papua, Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit atau GIZ Pemerintah Jerman, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Read More

Ferdinand Okoseray menyatakan pihaknya sering diabaikan pemerintah dalam proses perencaan anggaran. “Mungkin karena Dewan Adat tidak diatur dalam regulasi pemerintah kabupaten/kota sampai ke kampung. Dewan Adat kerap dilihat sebagai pelengkap dalam pertemuan pertemuan di kampung, distrik, dan kabupaten,” kata Okoseray, pada pelatihan Senin (13/9/2021).

Baca juga: FITRA membuat pelatihan perencanaan anggaran di Papua

Okoseray mengatakan hingga kini belum ada alokasi dana khusus untuk membiayai kegiatan adat. “Padahal adat mempunyai struktur tersendiri. Kabupaten Jayapura dapat menjadi contoh, dengan program Pemerintah Kabupaten Jayapura [yang disebut] kampung adat,” katanya.

Okoseray mengatakan, pengembangan kampung adat itu bisa dilakukan di semua tempat, agar kelembagaan adat bisa berperan mengusulkan program kegiatan yang berkaitan dengan hak masyarakat adat. Okoseray menyatakan ia pernah beberapa kali mengikuti Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), namun kegiatan itu terkesan tergesa-gesa dan tidak mengakomodir usulan Dewan Adat.

“Selama ini musrembang yang diselenggarakan di tingkat kampung, distrik, dan kabupaten terkesan tergesa-gesa. Seharusnya, musrembang di tingkat distrik disosialisasikan terlebih dahulu, agar peserta yang ikut mempunyai konsep untuk menyampaikan pemikiran mereka terkait dengan pembangunan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang,” katanya.

Baca juga: Mendagri sebut anggaran Papua terbesar nomor delapan secara nasional

Okoseray menyatakan, selama ini orang yang mengikuti musrembang di kampung hanya datang, dengar, duduk, lalu pulang. “Begitu saja, tanpa menyampaikan program yang berkaitan langsung dengan hajat hidup masyarakat itu sendiri,” kata Okoseray.

Padahal, masyarakat adat memiliki sejumlah kebutuhan jangka panjang yang mendasar. “Misalnya, mereka membahas mengenai batas tanah adat, batas kampung, yang begitu tidak termuat dalam musrembang. Yang berjalan, dari [musrenbang tingkat] kampung, distrik, hingga ke kabupaten, cenderung membahas program kegiatan. Itu lebih dominan daripada kebutuhan jangka panjang,” katanya.

Manager Learning Center, Irene Waromi mengatakan pelatihan memahami perencanaan anggaran pemerintah daerah itu bertujuan menguatkan kapasitas bagi CSO. “Sehingga CSO.bisa melakukan pengawasan terhadap proses perencanaan dan penganggaran di Provinsi Papua,” katanya. (*)

Editor: Aryo Wisanggeni G

Related posts

Leave a Reply